M4 ADBI4432 Bisnis Internasional

Perbedaan Sistem Politik, Ekonomi, Hukum, Dan Budaya Dalam Bisnis Internasional

PENDAHULUAN

bisnis internasional lebih kompleks apabila dibandingkan dengan bisnis domestik karena perbedaan berbagai karakteristik antarnegara. Setiap negara memiliki sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem hukum yang berbeda. Semua perbedaan-perbedaan tersebut mempunyai implikasi terhadap pelaksanaan bisnis internasional karena akan berpengaruh terhadap benefit, cost, dan risiko. Oleh karena itu, pengelolaan bisnis di berbagai negara harus berbeda (Rusdin, 2002). Setiap perusahaan yang ingin mencoba memasuki pasar baru seharusnya mempelajari pengetahuan dasar atas negara tersebut. Contohnya mempelajari struktur politik dan ekonominya dengan tujuan dapat mengendalikan risiko politik perusahaan. Pengetahuan dasar yang perlu diketahui oleh perusahaan mengenai keadaan negara yang dituju antara lain

  • apakah negara yang dituju merupakan negara demokrasi atau diktator, dikuasai oleh satu partai politik atau multipartai;
  • apakah negara tersebut menganut sistem pasar bebas atau dikendalikan oleh negaranya;
  • apakah konsumen dari sektor publik atau privat;
  • apakah pemerintah memberikan kemudahan bagi pemasok dalam negerinya;
  • kapan terjadinya perubahan dalam kebijakan pemerintah dan bagaimana stabilitas pemerintahan saat ini. Informasi apa atau seberapa banyak perusahaan membutuhkan sebuah informasi mengenai risiko politik, tergantung dari jenis usahanya dan untuk waktu berapa lama perusahaannya tersebut akan beroperasi di negara tersebut. Pemahaman terhadap risiko politik suatu negara sangat penting bagi perusahaan yang negara tujuan investasinya sedang mengalami perubahan politik, ekonomi, dan hukumnya (Sadono, 2003). Pada Modul 4, mahasiswa akan mempelajari berbagai perbedaan dari aspek ekonomi, politik, hukum, dan budaya yang ada dalam bisnis internasional. Materi yang akan dibahas dalam modul ini disajikan dalam dua kegiatan belajar.
  • Kegiatan Belajar 1: Perbedaan Sistem Politik dan Ekonomi dalam Bisnis Internasional
  • Kegiatan Belajar 2: Perbedaan Hukum dan Budaya dalam Bisnis Internasional Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan dan mengambil contoh dari setiap aspek yang berkaitan dengan perbedaan-perbedaan dalam lingkungan bisnis internasional. Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat
  • menguraikan perbedaan sistem politik dan ekonomi dalam kaitannya dengan kegiatan bisnis internasional;
  • menguraikan perbedaan hukum dan budaya dalam kaitannya dengan kegiatan bisnis internasional;
  • memberikan contoh dari setiap aspek yang berkaitan dengan perbedaan lingkungan bisnis internasional.

Kegiatan Belajar 1 Perbedaan Sistem Politik Dan Ekonomi Dalam Bisnis Internasional

A. Sistem Politik

Satu bagian penting dalam setiap keputusan bisnis adalah memasuki lingkungan politik suatu negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Peraturan dan perundang-undangan suatu negara dapat memengaruhi jalannya operasi perusahaan tersebut. Sebagai contohnya peraturan minimum gaji memengaruhi harga yang harus dibayar perusahaan untuk tenaga kerja. Peraturan perlindungan terhadap lingkungan akan memengaruhi sistem produksi operasi perusahaan. Perubahan dalam peraturan perpajakan dapat secara perlahan mematikan usaha perusahaan. Perang saudara, pembunuhan, atau penculikan pelaku bisnis asing akan dapat mengganggu kelancaran operasi perusahaan tersebut. Banyak dari perusahaan yang merasa nyaman dengan iklim politik negara asalnya. Akan tetapi, ketika memasuki lingkungan politik negara lain, hal itu terasa lebih sulit. Para pelaku bisnis internasional yang telah berpengalaman biasanya melakukan analisis yang sistematis terhadap lingkungan politik negara yang dituju. Risiko politik yang dapat saja terjadi setiap saat dapat memengaruhi kinerja perusahaan tersebut. Risiko-risiko politik tersebut dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, risiko kepemilikan tempat perusahaan dapat diambil alih oleh pemerintah negara tersebut. Kedua, risiko operasi yang dalam operasinya terdapat halangan-halangan seperti dalam tenaga kerja, peraturan-peraturan, pajak, teroris, dan kebijakan lingkungan. Ketiga, risiko pengalihan ketika pemerintah ikut campur dalam mengatur dana yang masuk dan dana yang keluar negaranya. Risiko politik juga dapat dihasilkan dari tindakan pemerintah, seperti nasionalisasi perusahaan asing, meningkatkan biaya operasi, menurunkan kurs mata uang, atau mengecilkan keuntungan dari perusahaan. Risiko politik juga dapat bersumber dari tindakan di luar pemerintahan, seperti penculikan dan tindakan terorisme. Risiko politik dapat memengaruhi semua perusahaan di suatu negara, contohnya perang saudara di Bosnia, Rwanda, dan Zaire pada tahun 1990-an. Terdapat pula risiko politik yang berskala kecil, seperti Disneyland Paris dan McDonald's yang berasal dari AS telah menjadi target sasaran kemarahan para petani Prancis karena kekesalannya terhadap kebijakan agrikultural AS. Setiap perusahaan yang ingin mencoba memasuki pasar baru seharusnya mempelajari pengetahuan dasar atas negara tersebut. Contohnya, mempelajari struktur politik dan ekonominya agar dapat mengendalikan risiko politik perusahaan. Perusahaan harus dapat mengetahui apakah negara yang dituju merupakan negara demokrasi atau diktator, dikuasai oleh satu partai politik atau multipartai, apakah negara tersebut menganut sistem pasar bebas atau dikendalikan oleh negaranya, apakah konsumen dari sektor publik atau privat, apakah pemerintah memberikan kemudahan bagi pemasok dalam negerinya, kapan terjadinya perubahan dalam kebijakan pemerintah, serta bagaimana stabilitas pemerintahan saat ini. Banyak perusahaan multinasional memonitor risiko-risiko politik negara-negara tempat investasi mereka. Sumber informasinya adalah para karyawan perusahaannya. Apakah mereka merupakan warga negara asal perusahaan multinasional itu ataupun tidak, mereka merupakan orang pertama yang mengetahui keadaan politik di masing-masing negara. Selain itu, kedutaan besar di suatu negara dan atase kerja sama perdagangan dapat menjadi sumber informasi yang paling berharga bagi perusahaan. Pemerintahannya itu sendiri dapat menjadi sumber informasi yang penting yang pemerintah suatu negara memberitahukan keadaan ekonomi, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang pada saat kampanye politiknya. Sebagai tambahan pula, banyak konsultan perusahaan yang memberikan masukan mengenai keadaan politik suatu negara secara lebih komprehensif. Informasi apa atau seberapa banyak perusahaan membutuhkan sebuah informasi mengenai risiko politik tergantung dari jenis usahanya dan untuk waktu berapa lama perusahaannya tersebut akan beroperasi di negara tersebut. Contohnya, negara Singapura yang mengadakan perjanjian kerja sama dengan perusahaan Cina dalam pembuatan mainan truk. Jadi, perusahaan Singapura tersebut merupakan faktor politis yang dapat memengaruhi tingkat perubahan mata uang, prosedur kepabeanan, dan peraturan perudang-undangan. Jika perusahaan mainan Singapura ingin mendirikan dan mengoperasikan sendiri perusahaan mainannya di Cina, risiko politik yang akan dihadapi akan semakin besar. Hal tersebut tentunya haruslah disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, seperti peraturan mengenai hubungan ketenagakerjaan, perlindungan terhadap lingkungan, dan pengendalian kurs mata uang asing. Tiap-tiap negara memiliki tingkat risiko politik yang berbeda-beda. Seperti halnya protes petani Prancis terhadap perusahaan AS dan perang saudara di Kosovo membuat perusahaan berhenti operasi. Perusahaan juga harus mempertimbangkan untung ruginya jika perusahaan tersebut ingin mengoperasikan usahanya di negara lain. Perusahaan yang ingin beroperasi di negara yang memiliki risiko tinggi tentunya mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Perusahaan tersebut dapat mengurangi tingkat risikonya, di antaranya dengan menjual sebagian kepemilikan atau saham kepada warga negara setempat atau dengan menggunakan bahan baku dan perlengkapan yang dihasilkan negara tersebut. Hal tersebut akhirnya dapat menciptakan corporate social responsibility (CSR) atau yang lebih dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Untuk mengurangi adanya risiko politik terhadap perusahaan asing, pemerintahan negara maju telah menciptakan organisasi pemerintah yang bertujuan mengurangi adanya risiko politik. Contohnya, Overseas Private Investment Corporation (OPIC) yang memberikan kepastian kepada perusahaan asing bahwa tidak adanya usaha nasionalisasi di negara tersebut. Akan tetapi, peraturan tersebut hanya berlaku bagi perusahaan asing tempat negaranya memiliki kerja sama bilateral dalam hal investasi. Sama halnya dengan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) yang dibentuk oleh World Bank dan perusahaan Lloyd's London yang memberikan jaminan terhadap risiko politik. Pemahaman terhadap risiko politik suatu negara sangat penting bagi perusahaan yang negara tujuan investasinya sedang mengalami perubahan politik, ekonomi, dan hukumnya. Misalnya, di negara-negara Eropa Timur dan Eropa Tengah, sistem ekonominya dikuasai oleh pemerintah sehingga menciptakan risiko berskala mikro ataupun makro bagi perusahaan asing. Dalam hal ini, perusahaan asing juga mendapatkan sebuah tantangan baru untuk dapat mengembangkan pasar yang lebih bebas. Sumber utama dari risiko politik ini adalah adanya ketidakstabilan dalam sistem politik negara tersebut. Sistem pemerintahan demokrasi tampaknya kurang memiliki pengaruh di negara-negara Eropa Timur dan Tengah. Akan tetapi, ada negara-negara, seperti Republik Cheska, Hungaria, dan Polandia, yang pemerintahannya sedang menuju sistem demokratis. Sikap pemerintahan suatu negara yang tidak dapat diprediksi dapat memengaruhi risiko politik di negara tersebut. Misalnya, perusahaan Motorola yang berinvestasi di negara Ukraina melakukan studi kelayakan yang menghabiskan dana sebesar US$2 juta dan biaya bagi pemerintahnya sebesar US$65 juta tiap tahunnya. Masalah-masalah lain yang dihadapi oleh negara ini adalah pembuatan dan penetapan sistem pemungutan pajak yang terdapat benturan tujuan. Di satu sisi, negara tersebut ingin meningkatkan pendapatan negara. Di sisi lain, negara tersebut ingin mendorong pertumbuhan ekonominya. Hal tersebut pernah terjadi di negara Rusia di bawah pimpinan Boris Yeltsin, yaitu pemerintahannya tidak tegas dalam hal pemungutan pajak yang pada akhirnya hanya mengumpulkan 50—60 persen dari total pendapatan pajaknya. Sementara itu, pemerintahan tersebut mengubah kebijakan pajaknya, tetapi perusahaan asing, seperti IBM, berniat menghentikan produksinya. Hal tersebut membuat perusahaan asing ataupun perusahaan dalam negeri tidak berminat untuk berinvestasi di negara tersebut. Dalam hal lain, seperti sedikitnya jumlah pajak yang dikumpulkan akan berdampak pada keterlambatannya pemerintah untuk membayar gaji pegawai negeri, tentara, pensiunan, dan membayar utangnya. Maka dari itu, pemerintah selalu berupaya menggiatkan usaha lain untuk mendapatkan pemasukan bagi negaranya, di antaranya mendorong warga negaranya untuk berwiraswasta dan memperlunak kebijakan untuk berusaha. Di samping itu, pemerintah juga lebih intensif memberikan pendidikan dan pelatihan berbisnis bagi warga negaranya agar dapat lebih maju dan mandiri (Firman, 2006).

Sistem Politik

Sistem politik diartikan sebagai sistem pemerintahan di suatu negara. Sistem politik dapat dinilai berdasarkan dua dimensi yang saling berhubungan, yaitu kolektivisme versus individualisme dan demokrasi versus totaliter. Sistem yang menekankan pada kolektivisme mengarah pada totaliter dan sistem yang menekankan pada individualisme mengarah pada demokrasi.

A. Kolektivisme Dan Individualisme

Sistem kolektivisme adalah sistem yang menekankan pada pencapaian tujuan bersama daripada tujuan individu. Dengan kata lain, kebutuhan bersama harus diutamakan dibandingkan kebutuhan individu. Konsekuensi dari sistem ini adalah hak individu untuk melakukan sesuatu dibatasi sebab khawatir akan bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Sistem ini dikenal pada zaman Yunani kuno. Pada zaman modern, sistem kolektivisme dikenal dengan sebutan sosialisme.

1) Sosialisme

Paham sosialis muncul mengikuti jejak pemikir intelektual Karl 2) Marx sebagai reaksi keras atas sistem kapitalis. Menurut Marx, sistem kapitalis yang memberikan kebebasan kepada individu lebih banyak mendatangkan kerugian daripada keuntungan bagi masyarakat. Tujuan dari negara kapitalis adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dengan menekan upah tenaga kerja seminimal mungkin. Jika upah tenaga kerja naik, keuntungan kapitalis akan jatuh. Marx dengan tegas menyatakan bahwa kapitalisme merupakan bentuk penindasan kepada rakyat lemah. Oleh karena itu, Marx menyarankan adanya kepemilikan sumber-sumber penting oleh negara agar distribusi kekayaan lebih merata. Pada awal abad ke-20-an, ideologi sosialis terbagi menjadi dua kubu, yaitu sosialis komunis dan sosialis demokrat. Sosialis komunis berpendirian bahwa sosialisme hanya dapat dicapai melalui revolusi keras dan kepemimpinan yang diktator. Sementara itu, sosialis demokrat berpendapat bahwa sosialisme dapat dicapai melalui demokrasi. Individualisme Filosofi dari paham individualis adalah terjaminnya kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi dan politik. Dalam sistem ini, kepentingan individu lebih penting daripada kepentingan negara. Paham individualis dipelopori oleh Aristoteles yang berpendapat bahwa kebebasan individu dan kepemilikan pribadi lebih menguntungkan. Ada dua prinsip utama dari paham individualis. Pertama, terjaminnya kebebasan individu dan kebebasan berekspresi. Kedua, kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan membiarkan masing-masing individu mengejar kepentingan ekonominya masing-masing. Dalam praktik selanjutnya, paham individualis berubah menjadi sistem politik demokrasi dan pasar persaingan bebas. Demokrasi dan totaliter Demokrasi adalah sistem politik ketika pemerintah berasal dari rakyat yang dibentuk dengan cara dipilih langsung atau dipilih melalui parlemen. Kebanyakan negara modern menerapkan sistem demokrasi parlemen. Dalam demokrasi parlemen, rakyat secara periodik memilih wakil-wakilnya di parlemen (dewan perwakilan rakyat). Wakil rakyat tersebut kemudian

B. Sistem Ekonomi

1. Sistem Ekonomi

Ada tiga bentuk sistem ekonomi yang sudah umum dikenal, yaitu sistem ekonomi pasar, sistem ekonomi komando, dan sistem ekonomi campuran (Rusdin, 2002).

a. Sistem ekonomi pasar

Dalam sistem ekonomi pasar, produksi barang dan jasa sepenuhnya diserahkan pada hukum permintaan dan penawaran melalui mekanisme membentuk pemerintahan yang bertugas membuat keputusan-keputusan sesuai dengan keinginan pemilih (rakyat). Totaliter adalah bentuk pemerintahan ketika satu orang atau satu partai politik tertentu menguasai pemerintahan dan dengan tegas melarang adanya partai oposisi. Ciri lain dari sistem totaliter adalah dibatasinya kebebasan individu, kebebasan media, dan tidak ada pemilihan umum. Ada empat bentuk sistem totaliter yang ada di dunia sekarang ini (Rusdin, 2002).

  1. Komunis totaliter berpendapat bahwa sosialisme dapat dicapai melalui totaliter dictator.
  2. Theocratic totaliter: sistem ini ditemukan di negara-negara yang kekuatan politik dimonopoli oleh satu partai, satu kelompok, atau individu berdasarkan prinsip-prinsip religius.
  3. Tribal totaliter ditemukan di negara-negara Afrika. Ini disebabkan karena batas negara di Afrika ditentukan secara administratif sesuai peninggalan kolonial, bukan ditentukan berdasarkan realitas kesukuan. Akibatnya, tiap negara di Afrika terdiri atas beberapa suku. Tribal totaliter terjadi jika sebuah partai yang hanya mewakili sebagian kecil suku memonopoli kekuasaan.
  4. Right wing totaliter: bentuk sistem totaliter yang setiap individu diberi kebebasan dalam bidang ekonomi, tetapi tidak dalam bidang politik. Hal ini karena kebebasan politik diyakini dapat mengarahkan masyarakat ke dalam sistem komunis. harga. Sistem ini sangat menguntungkan konsumen karena akan lebih efisien dalam mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya.

b. Sistem ekonomi komando

Sistem ekonomi komando adalah kebalikan dari sistem ekonomi pasar. Dalam sistem ini, produksi barang dan jasa, baik jenis, jumlah, maupun harganya, ditentukan oleh negara. Selain itu, semua aktivitas bisnis dikuasai oleh negara. Tujuannya adalah memobilisasi sumber daya ekonomi untuk mencapai kesejahteraan bersama. Dalam kenyataannya, sistem ini berjalan tidak efisien dan membatasi inovasi produk sehingga terdapat stagnasi ekonomi.

c. Sistem Ekonomi Campuran

Dalam sistem ekonomi campuran, sebagian sektor ekonomi dikuasai oleh negara dan sebagian sektor lainnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Sistem ekonomi ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Barat. Di negara-negara tersebut, pemerintah ikut campur tangan dalam beberapa sektor tertentu yang dianggap vital (Rusdin, 2002).

2. Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu alasan mempelajari perbedaan politik, ekonomi, dan sistem hukum di dunia adalah mengetahui bahwa secara bersama-sama perbedaanperbedaan tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selanjutnya, akan berpengaruh terhadap daya tarik suatu negara sebagai lokasi produksi atau sebagai lokasi pasar sasaran. Bagian pertama akan membahas perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, kemudian akan dibahas bagaimana political economy terhadap kemajuan ekonomi.

a. Perbedaan pertumbuhan ekonomi

Setiap negara mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang berbedabeda. Salah satu alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah gross domistic product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB). Definisi GDP adalah nilai total dari barang dan jasa yang diproduksi suatu negara dalam satu tahun. Negara-negara industri maju, seperti Jepang, Swedia, Swiss, dan AS, adalah negara-negara yang memiliki GDP tinggi. Sementara itu, India, Cina, dan Indonesia tergolong negara miskin dengan tingkat pertumbuhan GDP terendah. Meskipun demikian, GDP belum bisa dijadikan ukuran yang tepat dalam menilai kesejahteraan suatu negara karena belum memperhitungkan biaya hidup yang ada pada masing-masing negara. Misalnya, GDP Swiss US$36.231 lebih tinggi dari Amerika Serikat US$23.119. Karena biaya hidup di Swiss lebih tinggi daripada di AS, penduduk AS dapat membeli lebih banyak barang dan jasa daripada penduduk Swiss. Untuk menyempurnakan perhitungan GDP sebagai alat ukur perekonomian, PBB membuat rumusan baru dari perhitungan GDP dengan memperhitungkan standar biaya hidup pada masing-masing negara. Rumusan ini kita kenal sebagai GDP adjusted atau purchasing power parity (PPP) index. Ada beberapa indikator lain yang dapat dijadikan tolok ukur pertumbuhan ekonomi suatu negara, antara lain literacy rate, jumlah dokter penduduk, jumlah kematian bayi, tingkat harapan hidup, konsumsi kalori per penduduk, jumlah pemilik per seribu orang, dan persentase pengeluaran pendidikan dari total GDP. Dalam mencoba menilai pengaruh masing-masing faktor terhadap kualitas hidup di masing-masing negara, PBB membuat suatu indeks standar yang disebut human development index (HDI) dengan skala 0 sampai dengan 100. Indeks ini didasarkan pada tiga ukuran, yaitu tingkat harapan hidup, literacy rate, dan rata-rata pendapatan. HDI kurang dari 50 digolongkan ke dalam negara miskin (kualitas penduduk rendah); HDI antara 5—=80 digolongkan ke dalam negara yang memiliki kualitas hidup sedang; dan HDI di atas 80 digolongkan dalam negara yang memiliki kualitas penduduk tinggi.

b. Politik ekonomi dan kemajuan ekonomi

Apa hubungan antara political economy dan economy progress? Pertanyaan ini telah menjadi subjek yang banyak diperdebatkan oleh kalangan akademis dan pembuat keputusan sepanjang waktu. Meskipun sudah lama diperdebatkan, tidak ada yang memberikan jawaban secara jelas. Meskipun demikian, sangat mungkin menguraikan argumen dari kalangan akademis yang membuat generalisasi mengenai hubungan antara political economy dan economic progress.

c. Inovasi sebagai mesin pembunuh

Secara luas, definisi inovasi tidak hanya menciptakan produk baru, tetapi termasuk penciptaan proses baru, organisasi baru, pengelolaan yang baru, dan penggunaan strategi yang baru. Inovasi akan berjalan jika didukung oleh lingkungan bisnis yang kondusif. Jadi, jika ekonomi suatu negara ingin menopang pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, lingkungan bisnis dalam negara tersebut harus mendukung inovasi produk.

d. Inovasi memerlukan suatu ekonomi pasar

Ini adalah suatu pernyataan logis yang mengacu pada pembahasan Kkita, yaitu apa yang dibutuhkan lingkungan bisnis suatu negara agar dapat mendukung inovasi. Salah satu faktornya adalah sistem perekonomian pasar. Sistem perekonomian pasar dapat menciptakan insentif atau keuntungan terbesar dari suatu inovasi daripada sistem perekonomian campuran. Dalam perekonomian pasar, setiap individu bebas menciptakan inovasi. Dengan demikian, terdapat insentif yang sangat besar bagi pengembangan inovasi. Kurangnya kebebasan ekonomi dan insentif untuk inovasi merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya stagnasi suatu perekonomian. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya keruntuhan di beberapa negara komunis yang berakhir pada tahun 1980-an. Stagnasi yang sama terjadi juga di beberapa sektor ekonomi untuk negara yang menggunakan sistem monopoli dalam perekonomiannya.

E. Inovasi Dan Hak Kekayaan Intelektual

Jaminan hak kekayaan intelektual merupakan kebutuhan lain dari sebuah lingkungan bisnis yang mendukung dalam inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Pelaku bisnis masing-masing harus diberikan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari sebuah ide inovasi. Tanpa adanya jaminan hak properti, pelaku bisnis mempunyai risiko kerugian. Hal ini karena keuntungan hasil dari inovasi dapat diambil alih oleh kejahatan individu atau negara-negara melalui instrumen yang legal, seperti pajak yang ditetapkan secara berlebihan.

F. Sistem Politik

Sebagaimana yang telah kita bahas sebelumnya, sistem politik diyakini pula mempunyai pengaruh yang besar terhadap perekonomian. Negaranegara Barat cenderung menerapkan demokrasi dalam sebuah sistem perekonomian dan memberikan jaminan perlindungan properti sehingga mereka dapat meningkatkan pertumbuhan dan kemajuan ekonominya. Akan tetapi, tidak semua negara demokrasi mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang sama. Contohnya adalah India sebagai negara demokrasi yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, melampau negaranegara demokrasi yang ada di negara Barat.

G. Kemajuan Ekonomi Dan Demokrasi

Kemajuan suatu perekonomian dapat dibuktikan dengan adanya demokrasi dan jaminan hak properti yang diterapkan dalam perekonomian pasar bebas. Di Asia, negara-negara dengan pemerintahan yang demokratis biasanya mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cepat, contohnya Korea Selatan dan Taiwan. Namun, sistem demokrasi di suatu negara tidak selalu mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang cepat (Rusdin, 2002).

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

  1. Jelaskan pengaruh perbedaan lingkungan politik dan hukum suatu negara terhadap aktivitas bisnis internasional serta penyesuaiannya! Berikan contohnya pada suatu negara!
  2. Jelaskan dan berikan contoh pengaruh perbedaan lingkungan ekonomi suatu negara terhadap aktivitas bisnis internasional - serta penyesuaiannya! Petunjuk Jawaban Latihan
  3. Pahami bahasan pada halaman 4.3—4.8.
  4. Pahami bahasan pada halaman 4.48—4.12.

RANGKUMAN

Satu bagian penting dalam setiap keputusan bisnis adalah memasuki lingkungan politik suatu negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Peraturan dan perundang-undangan suatu negara dapat memengaruhi jalannya operasi perusahaan tersebut. Banyak dari perusahaan yang merasa nyaman dengan iklim politik negara asalnya. Akan tetapi, memasuki lingkungan politik negara lain terasa lebih sulit. Para pelaku bisnis internasional yang telah berpengalaman biasanya melakukan analisis yang sistematis terhadap lingkungan politik negara yang dituju. Setiap perusahaan yang ingin mencoba memasuki pasar baru seharusnya mempelajari pengetahuan dasar dari negara tersebut. Contohnya, mempelajari struktur politik dan ekonominya agar dapat mengendalikan risiko politik perusahaan. Perusahaan harus dapat mengetahui apakah negara yang dituju merupakan negara demokrasi atau diktator, dikuasai oleh satu partai politik atau multipartai, apakah negara tersebut menganut sistem pasar bebas atau dikendalikan oleh negaranya, apakah konsumen dari sektor publik atau privat, apakah pemerintah memberikan kemudahan bagi pemasok dalam negerinya, kapan terjadinya perubahan dalam kebijakan pemerintah, serta bagaimana stabilitas pemerintahan saat ini. Informasi apa atau seberapa banyak perusahaan membutuhkan sebuah informasi mengenai risiko politik, hal itu tergantung dari jenis usahanya dan untuk waktu berapa lama perusahaannya tersebut akan beroperasi di negara tersebut. Pemahaman terhadap risiko politik suatu negara sangat penting bagi perusahaan yang negara tujuan investasinya sedang mengalami perubahan politik, ekonomi, dan hukumnya.

TES FORMATIF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

  1. Dalam risiko politik, perusahaan mendapatkan halangan-halangan, seperti tenaga kerja, peraturan-peraturan, pajak, teroris, dan kebijakan lingkungan. Hal tersebut termasuk jenis risiko .... A. risiko operasi B. risiko kepemilikan C. risiko pengalihan D. risiko kebijakan
  2. Perusahaan yang ingin beroperasi di negara yang memiliki risiko tinggi dapat mengurangi tingkat risiko di antaranya dengan .... A. pendekatan kepada penguasa B. membagi saham kepada penguasa C. menciptakan iklim usaha yang baik D. menciptakan corporate social responsibility
  3. Bentuk pemerintahan yang satu orang atau satu partai politik tertentu menguasai pemerintahan dan dengan tegas melarang adanya partai oposisi merupakan sistem politik .... A. kolektivisme B. demokrasi C. individualisme D. totaliter
  4. Hak yang dimiliki oleh pemilik sumber daya untuk menyimpan atau menggunakan sumber daya yang dimilikinya sehingga menghasilkan keuntungan disebut .... A. property rights B. private action C. public action D. public official
  5. Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang dihasilkan dari penggunaan kepintaran/intelektualitas karena telah mendesain dengan nama resmi dan telah terdaftar yang disebut .... A. paten B. copyrights C. trademark D. HAKI
  6. Prioritas nilai-nilai yang mengutamakan hubungan, keselarasan, keamanan keluarga, kebebasan, kerja sama, kesepakatan kelompok, dan prestasi dipegang teguh dilakukan oleh bangsa .... A. Amerika B. Rusia C. Jepang D. Prancis
  7. Faktor budaya suatu negara yang dapat berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi atau kegagalan dalam kerja sama perdagangan internasional adalah .... A. cross culture literacy B. kesamaan kompetisi budaya tinggi C. usaha joint venture D. konflik antarkelas (status social)
  8. Stratifikasi terbuka ketika kedudukan seseorang yang dimiliki sejak lahir dapat berubah melalui prestasinya disebut .... A. mobilitas sosial B. kategori sosial C. stratifikasi sosial D. kepentingan sosial
  9. Masyarakat yang menerima situasi ketika menoleransi ketidakpastian menempatkan keamanan pekerjaan, pola karier, manfaat pensiun, dan sebagainya sebagai prioritas utama merupakan perbedaan budaya dalam dimensi .... A. power distance B. individualisme vs kolektivisme C. penghindaran ketidakpastian D. maskulinitas vs feminisme
  10. Bisnis internasional harus memahami hubungan antara budaya dan keunggulan kompetitif karena dinilai penting untuk mengetahui .... A. hubungan budaya dan lokasi produksi B. hubungan budaya dan keunggulan bersaing C. hubungan budaya dan keunggulan kompetitif D. hubungan budaya dan kondisi integrasi budaya

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini.

Kegiatan Belajar 2 Perbedaan Sistem Hukum Dan Budaya Dalam Bisnis Internasional

A. Sistem Hukum

Sistem hukum sangat besar pengaruhnya terhadap bisnis internasional. Maksud dari sistem hukum adalah aturan atau hukum yang mengatur perilaku, bagaimana hukum ditetapkan, dan bagaimana tanggapan atas pengaduan didapatkan. Sistem hukum berbeda antara negara yang satu dan lainnya. Perbedaan sistem hukum ini akan berpengaruh terhadap daya tarik investasi negara tersebut. Perbedaan sistem hukum antarnegara sangat bervariasi, dalam hal ini hanya diangkat tiga isu penting dalam sistem legal. Pertama, bagaimana sistem legal menjamin hak milik (kekayaan) pribadi, seperti hak paten, copyrights, dan trademark. Kedua, bagaimana hukum menjamin keamanan produk dan tanggung jawab produk. Ketiga, bagaimana perbedaan kontrak hukum antarnegara.

1. Hak Milik Pribadi (Property Rights)

Property rights adalah hak yang dimiliki oleh pemilik sumber daya untuk menyimpan atau menggunakan sumber daya yang dimilikinya sehingga menghasilkan keuntungan. Setiap negara memiliki perbedaan yang signifikan dalam memberi proteksi terhadap hak milik pribadi ini melalui hukum yang diterapkannya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, banyak negara tidak menerapkan hukum tersebut sehingga hak milik pribadi tidak terproteksi. Ada dua tindakan yang dapat melanggar hak milik perorangan, yaitu aksi individu (private action) dan aksi publik (public action). Private action, yaitu hak milik pribadi dapat hilang karena adanya pencurian, pembajakan, pemerasan oleh individu atau kelompok (dalam bahasa kriminal sering dikenal dengan istilah mafia). Berbagai macam aksi tersebut hampir di semua negara di dunia terjadi, hanya kadar, cara, dan keseriusan penanggulannya yang berbeda-beda di setiap negara. Public action, yaitu hak milik pribadi juga dapat hilang karena adanya public action. Aksi ini dilakukan oleh public official, seperti politikus dan birokrat pemerintah. Pemerintah dapat merampas hak milik pribadi melalui sistem penarikan pajak, biaya izin/lisensi yang tinggi, dan mengambil alih perusahaan milik individu/kelompok secara paksa.

2. Proteksi terhadap Kekayaan Intelektual (HAKI)

Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang dihasilkan dari penggunaan kepintaran/intelektualitas. Misalnya, software komputer dan formula kimia untuk menciptakan obat baru. Ada beberapa instrumen hukum yang dapat digunakan untuk melindungi kekayaan intelektual sebagai berikut. a. Paten, yaitu suatu penganugerahan kepada penemu dari pemerintah atas hasil penemuannya. Pemerintah memberikan hak eksklusif kepada penemu untuk memproduksi, menggunakan, dan menjual hasil temuannya. b. Copyrights, yaitu hak eksklusif dari penulis buku, komposer, artis, dan penerbit buku untuk memublikasikan dan menjual hasil karyanya. c. Trademark adalah desain dan nama yang resmi dan terdaftar sebagai merek dagang. Proteksi terhadap kekayaan intelektual berbeda pada masing-masing negara. Meskipun banyak negara memiliki aturan hukum mengenai kekayaan intelektual, dalam pelaksanaannya hal itu belum berjalan secara optimal. Beberapa negara yang paling banyak melakukan pelanggaran terhadap hak dan kekayaan intelektual adalah Cina dan Thailand. Dalam menyikapi lemahnya proteksi terhadap kekayaan intelektual, beberapa organisasi dunia, seperti GATT dan WTO, telah membuat kesepakatan dan resolusi kepada anggotanya untuk mendorong dilaksanakannya hukum yang dapat menjamin terproteksinya hak kekayaan intelektual.

3. Product Safety And Product Liability

Untuk menjamin kenyamanan dari penggunaan sebuah produk, dibuatlah aturan hukum mengenai product safety dan product liability. Aturan hukum mengenai product safety berisi standar-standar yang harus dimiliki/terdapat pada sebuah produk. Product liability merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh perusahaan apabila produk dari hasil perusahaan tersebut mengakibatkan efek negatif kepada penggunanya (keracunan, kematian, dan efek negatif lainnya). Ada dua aturan hukum dalam product liability, yaitu hukum perdata berupa denda dan hukum pidana berupa hukuman penjara. Gugatan terhadap product liabililty lebih banyak terjadi di negara-negara industri maju. Amerika Serikat adalah negara yang paling banyak mengeluarkan biaya untuk memenuhi tuntutan product liability, yaitu sebesar 2,4% dari produk domestik bruto. Karena itu, apabila dilihat dari aspek ini, AS dinilai tidak memiliki competitive advantage.

4. Hukum Kontrak (Contract Law)

Kontrak adalah dokumen yang memerinci syarat-syarat terjadinya suatu transaksi dan menjelaskan secara detail hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang melakukan kontrak. Sementara itu, hukum kontrak adalah seperangkat aturan hukum yang mengharuskan dijalankannya suatu kontrak. Masingmasing negara memiliki perbedaan dalam menyusun hukum kontrak. Perbedaan tersebut diakibatkan oleh adanya perbedaan dalam tradisi hukum (legal tradition). Ada dua bentuk tradisi hukum yang ditemukan di dunia pada saat ini. Pertama, common law system. Sistem ini disusun beberapa tahun yang lalu di Inggris dan saat ini ditemukan di beberapa negara bekas koloni Inggris dan AS. Common law disusun berdasarkan tradisi, preseden, dan kebiasaan. Ketika pengadilan menafsirkan common law, ketiga karakteristik tersebut dijadikan acuan. Kedua, civil law system. Sistem ini disusun berdasarkan seperangkat hukum yang sangat teperinci dan diorganisasi dalam kitab undang-undang hukum. Kitab undang-undang hukum tersebut dijadikan pedoman yang harus ditaati dalam melakukan transaksi bisnis. Ketika pengadilan menafsirkan civil law, kitab undangundang hukum tersebut dijadikan acuan. Hampir lebih dari 80 negara, termasuk Jerman, Prancis, dan Rusia, menjalankan sistem ini (Rusdin, 2002). Sistem hukum nasional sangat berkaitan dengan alasan sejarah, budaya, politik, dan agama. Peraturan hukum, peranan pengacara, hak untuk melakukan penilaian kembali, dan tentu saja hukum itu sendiri berbeda di masing-masing negara. Di AS contohnya, pada saat ekonomi mengalami guncangan, perusahaan dapat memberhentikan karyawan dengan uang pesangon yang sedikit. Di Belgia, jika perusahaan ingin memberhentikan karyawannya, perusahaan tersebut harus menyediakan uang pesangon sebesar tiga bulan gaji jika pekerja itu telah bekerja selama dua tahun sampai lima tahun. Pintu masuk ke sistem hukum juga berbeda dari satu negara ke negara lainnya. Di AS, hal itu mudah untuk mendapatkan akses yang nondiskriminatif dan mendapatkan pengacara yang sangat berguna bagi bisnis internasional untuk mendekatkan diri dengan pemasok dan pelanggan. Sebaliknya, Korea Selatan mengalami kekurangan pengacara disebabkan sulitnya untuk lulus ujian terakhir. Di lain sisi, banyak bisnis internasional dipakai untuk menyelesaikan secara kekeluargaan daripada menggunakan jalur pengadilan di Korea Selatan. Common law atau hukum biasa merupakan dasar bagi sistem hukum di Inggris dan koloninya, AS, Kanada, Australia, India, Selandia Baru, dan Malaysia. Hukum ini didasarkan pada akumulasi dari keputusan hakim terdahulu. Hal ini menciptakan preseden hukum, yaitu hakim lain menggunakan keputusannya itu untuk menyelesaikan masalah lainnya. Common law berbeda pada tiap-tiap negara meskipun hukum tetap memengaruhi praktik bisnis pada beberapa negara. Civil law atau hukum sipil merupakan bentuk sistem hukum yang paling umum di dunia berdasarkan kodifikasi yang teratur dan sistematis. Satu perbedaan penting antara hukum biasa dan hukum sipil adalah pada sistem hukum biasa, hakim bertindak sebagai wasit yang netral dan pengacara bertanggung jawab untuk mengembangkan dan memilih bukti yang kuat bagi kliennya. Pada sistem hukum sipil, hakim mengambil alih banyak tugas dari pengacara, seperti menentukan cakupan bukti untuk dikumpulkan dan dipresentasikan di pengadilan. Hukum agama didasarkan pada aturan mengenai kebijaksanaan dan praktik keagamaan yang telah terbangun. Sebuah negara yang menggunakan hukum agama untuk menindak perbuatan kejahatan dinamakan dengan negara teokrasi. Contohnya negara Iran dan Pakistan. Sekelompok tokoh agama di sana menentukan hukum berdasarkan interpretasi dari Alquran sebagai kitab suci agama Islam. Hukum agama dapat menciptakan masalah baru bagi perusahaan-perusahaan. Seperti di dalam Alquran yang melarang adanya pungutan bunga terhadap pinjaman dan eksploitasi terhadap kaum miskin. Oleh karena itu, banyak perusahaan dan lembaga keuangan mengatur kembali kebijakan mereka. Pengusaha di sana pada umumnya lebih suka menyewa daripada meminjam uang untuk mendapatkan aset jangka panjangnya. Bank di Iran dan Pakistan lebih banyak menerapkan sistem bagi hasil untuk mengganti bunga pinjaman dan memberikan bagi hasil bagi nasabahnya. Negara-negara yang menerapkan hukum agama sebagai hukum yang paling utama di negaranya membuat perusahaan-perusahaan asing menjadi khawatir. Sebagai contohnya di Arab Saudi, semua perusahaan asing harus memiliki wakil dan sponsor di negara tersebut, seperti lembaga pemerintahan yang berhubungan erat dengan keluarga kerajaan di sana. Jadi, apabila terjadi permasalahan antara pengusaha asing dan pemerintah, pihak representasi perusahaan tersebut akan menjadi penengah. Dalam hal ini, pengusaha asing memiliki posisi tawar yang lemah disebabkan tidak adanya pengadilan yang independen untuk melindungi hak perusahaan asing. Sistem hukum di negara-negara komunis dan diktator sering menggunakan hukum birokratis. Dalam hukum birokratis ini, orang-orang pemerintahan dapat membuat suatu perjanjian dan memutuskan perjanjiannya. Runtuhnya kekuasaan di Zaire pada masa pemerintahan Mobutu Sese Seko pada tahun 1997 mengancam perjanjian yang telah disepakati oleh perusahaan-perusahaan asing dengan pemerintah terdahulu. Pada negara yang menerapkan sistem hukum birokratis, kemampuan perusahaan multinasional untuk mengatur operasinya sering dinegosiasikan dengan para birokrat. Seperti investor Barat, mereka mempelajari bahwa mendirikan perusahaan internet merupakan sesuatu yang ilegal. Akan tetapi, mereka tetap mencoba berinvestasi dalam bidang teknologi informasi. Pelaku bisnis internasional sudah seharusnya sadar akan adanya perbedaan sistem hukum untuk menghindari kesalahpahaman. Mereka juga harus mengandalkan penasihat hukum di negara tersebut yang dapat membantu mereka dan berkonsultasi dalam menghadapi peraturan hukum lokal. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara memainkan peranan penting dalam membentuk kesempatan-kesempatan yang menjanjikan bagi perusahaan tersebut untuk berinvestasi. Semua peraturan hukum yang dibuat biasanya memengaruhi kebijakan perusahaan, seperti dalam tenaga kerjanya (rekrutmen, pemberian kompensasi, dan hukum ketenagakerjaan), pembiayaan operasi (sekuritas, perbankan, dan peraturan kredit), pemasaran dari produknya (periklanan, distribusi, dan perlindungan konsumen), serta penggunaan teknologi (hak paten, hak copy, dan hak cipta). Meskipun peraturan hukum tersebut difokuskan pada pasar dalam negeri, hal ini secara tidak langsung mengajak perusahaan dalam negerinya untuk bersaing secara kompetitif dengan perusahaan asing, baik dari segi harga maupun kualitasnya. Hukum yang berorientasi domestik secara tidak langsung memengaruhi operasi perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang tidak mengikuti kebijakan-kebijakan operasi negara tersebut seharusnyalah mengubah teknik-teknik mereka sesuai dengan kebijakan-kebijakan negara tersebut. Contohnya, Grup Herdez merupakan penghasil makanan mole yang terasa agak pedas dan sedikit manis. Perusahaan ini menjalankan teknikteknik yang tidak sesuai dengan undang-undang kesehatan mengenai makanan. Maka dari itu, Grup Herdez mengubah proses pembuatan makanannya tersebut. Hukum nasional lainnya secara eksplisit didesain untuk mengatur aktivitas bisnis internasional. Peraturan hukum tersebut juga secara politis dapat memotivasi dan didesain untuk mempromosikan kebijakan luar negeri dan militer negara tersebut. Sebuah negara dapat memberi tindakan pada negara lainnya jika menjalankan hukum yang tidak adil yang sering disebut dengan pemberian sanksi yang berarti tidak menjalin hubungan ekonomi dengan negara tersebut. Sanksi tersebut dapat berupa macam-macam, seperti menahan akses produk yang masuk, perlakuan tarif yang berbeda dengan negara lain, atau menolak pinjaman baru. Sebagai contohnya, Pemerintah AS memberikan sanksi kepada India dan Pakistan karena diketahui mereka melakukan uji coba nuklir. Sanksi lainnya adalah embargo, yaitu penghentian segala bentuk kegiatan ekonomi dengan negara tersebut. Sebagai contoh, PBB mengembargo Irak setelah Irak melakukan pendudukan atas Kuwait pada tahun 1990. Kemudian, banyak negara yang melakukan embargo produkproduk mereka terhadap Afrika Selatan karena pada waktu itu pemerintahan tersebut menjalankan kebijakan apartheid. Amerika Serikat secara unilateral melakukan embargo terhadap Kuba sejak tahun 1986. Sama halnya dengan India yang melakukan embargo terhadap Nepal karena ada perseteruan dengan perdana menteri Nepal. Akan tetapi, ada juga negara yang menerapkan hukum secara eksplisit untuk menolak kekuasaan perusahaan asing. Masalah kepemilikan merupakan hal yang sering dibicarakan dalam dunia usaha. Dikenal pula pemerintahan yang berhaluan kiri, yaitu mereka memilih memindahkan kepemilikan atas sumber daya dari sektor privat ke sektor publik yang lebih dikenal dengan nasionalisasi. Jika pemerintah suatu negara mendapatkan kompensasi atas diambilnya sumber daya negara tersebut, seperti pada perusahaan minyak dan pertambangan, bentuk kegiatan tersebut lebih dikenal dengan expropriation. Namun, jika pemerintah tidak mendapatkan sama sekali kompensasi atas aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan asing, hal itu sering disebut dengan confiscation. Contohnya, Arab Saudi menasionalisasikan perusahaan minyak asing yang beroperasi di Arab Saudi, tetapi Pemerintah Arab Saudi juga menjalin kerja sama dengan perusahaan asing dengan mendapatkan sejumlah kompensasi. Penggantian kepemilikan dari perusahaan negara menjadi perusahaan privat sering disebut dengan privatisasi. Selain privatisasi merupakan kebalikan dari nasionalisasi, privatisasi juga memberikan kesempatan bagi bisnis internasional. Banyak perusahaan negara yang dijual kepada pihak swasta merupakan perusahaan-perusahaan yang tidak menguntungkan, kekurangan modal, dan kelebihan tenaga kerja. Namun demikian, perusahaan-perusahaan negara tersebut tetap menarik minat pelaku usaha internasional untuk memperluas operasi mereka ke pasar yang baru, seperti sektor telekomunikasi, transportasi, dan pabrikasi. Privatisasi bermula pada tahun 1980-an, muncul dari dua kekuatan utama, yaitu tekanan ideologi politik dan ekonomi. Ideologi politik yang melakukan pengurangan peranan pemerintah pada kegiatan ekonomi negara pertama kali dilakukan oleh Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher. Selama tahun 1980-an, Pemerintah Inggris menjual kepemilikan British Airways, British Telecom, The British Airport Authority, dan British Petroleum. Brian Mulroney, ketua Partai Konservatif Progresif Kanada, memiliki agenda yang sama untuk melakukan privatisasi perusahaan publiknya. Kemudian, diikuti oleh sejumlah negara lainnya, seperti Argentina, Brasil, Meksico, dan banyak lagi pada dekade belakangan ini. Privatisasi juga hasil dari tekanan persaingan kompetitif dalam pasar global. Industri telekomunikasi menyediakan contoh yang sangat bagus terhadap fenomena ini. Industri ini mendapatkan keuntungan dari perubahan teknologi yang cukup cepat. Akan tetapi, banyak pemerintah yang mengalami defisit anggaran sehingga kesulitan meningkatkan modal untuk mengembangkan dan memperluas sistem telekomunikasi perusahaan negara tersebut. Sebagai hasilnya, negara, seperti Argentina, Meksiko, Cile, Venezuela, dan Inggris, telah melakukan privatisasi perusahaan jasa telekomunikasi. Banyak pemerintahan yang membatasi kepemilikan asing terhadap perusahaan dalam negeri untuk menghindari perekonomian negara mereka tidak dikendalikan oleh pihak asing. Contohnya, Meksiko membatasi kepemilikan asing pada industri energi, seperti perminyakan yang tentunya sangat bermanfaat bagi rakyatnya. Kanada juga membatasi kepemilikan asing terhadap usaha penerbitan koran sampai dengan 25%. Hal ini dilakukan sebagai program untuk melindungi budaya negara terhadap pengaruh dari pihak asing. Perusahaan asing biasanya jarang mendapatkan kepemilikan atas industri pertelevisian dan radio. Contohnya, AS hanya membatasi kepemilikan asing sampai dengan 25% atas stasiun televisi dan radio. Hal ini juga diterapkan di negara-negara Eropa. Negara juga bisa menghapus kepemilikan asing dengan memberikan penolakan untuk melakukan investasi atau dengan mengembalikan para investor asing ke negaranya. Sejumlah kebijakan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, tetapi banyak negara, seperti Botswana dan Ethiopia, menghapus kebijakan tersebut dan menggantinya dengan kebijakan yang berorientasi pasar bebas. Perusahaan-perusahaan yang membangun operasi usaha mereka di luar negara mereka ternyata memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan politik, ekonomi, sosial, dan budaya negara lain tempat perusahaan beroperasi. Untuk berkompetisi secara efektif di pasar-pasar negara lain dan mempertahankan hubungan baik dengan pemerintah negara tersebut, manajer perusahaan multinasional seharusnya mengetahui bagaimana mereka dan perusahaannya berinteraksi dengan lingkungan lokal dan pemerintahan setempat. Perusahaan multinasional memengaruhi ekonomi lokal tempat mereka berkompetisi dan beroperasi. Banyak dari efek kegiatan mereka bersifat positif disebabkan mereka melakukan investasi secara langsung dengan mendirikan pabrik baru yang tentunya dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi negara tersebut. Investasi semacam itu menyediakan pekerjaan bagi kontraktor lokal, pembangun, dan pemasok. Perusahaan multinasional juga membayar pajak yang memberikan kontribusi kepada ekonomi lokal serta membantu pengembangan pendidikan dan jasa transportasi. Sebagai contoh, sewaktu Toyota memulai beroperasi di Georgetown, Kentucky, perusahaan tersebut membayar pajak sebesar US$1,5 juta kepada pemerintah setempat. Adanya alih teknologi juga memberikan dampak yang menguntungkan bagi pemerintah lokal. Suatu keuntungan yang sangat penting bagi Pemerintah Cina ketika pemerintah mencoba bekerja sama dengan perusahaan AS yang bergerak dalam bidang otomotif, General Motors. Perusahaan elektrik, General Electric, yang meningkatkan produktivitas perekonomian negara Hongaria dengan mengalihkan teknologi tingkat tinggi ke perusahaan nasional Hongaria. Perusahaan multinasional juga dapat memberikan efek negatif terhadap ekonomi lokal. Misalnya, perusahaan lokal harus berkompetisi dengan perusahaan multinasional yang bermodal cukup besar dan sudah berpengalaman di dunia usaha yang pada akhirnya dapat mematikan usaha lokal dan menimbulkan pengangguran. Efek negatif lainnya, kesehatan ekonomi lebih tergantung pada perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional juga memberikan dampak yang penting terhadap politik suatu negara, baik disengaja maupun tidak disengaja. Terkadang, investasi yang mereka lakukan dapat memberikan kekuatan yang besar di negara tersebut yang bisa saja dapat disalahgunakan untuk kepentingan mereka. Selain itu, perusahaan multinasional juga dapat hengkang dari negara tujuan investasinya disebabkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara. Misalnya, Pemerintah Spanyol mengeluarkan peraturan untuk meningkatkan gaji buruh dan pada saat itu pula perusahaan multinasional, seperti Colgate-Palmolive, S.C. Johnson & Son, Kubota, dan Volkswagen, menutup pabrik mereka di Spanyol yang pada akhirnya menciptakan pengangguran baru pada pertengahan tahun 1990-an. Perusahaan multinasional juga dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kebudayaan di negara perusahaan beroperasi. Sebagaimana mereka meningkatkan standar hidup masyarakat lokal dan memperkenalkan produk dan jasa baru, masyarakat tersebut secara tidak langsung mendapatkan norma, ukuran, dan perilaku baru. Beberapa perubahan ini dilihat cukup positif, seperti pengenalan terhadap peralatan dan mesin yang lebih aman, pengurusan kesehatan yang lebih baik, dan kebersihan dari makanan. Untuk mencegah adanya konflik antara perusahaan multinasional dan pemerintah suatu negara, ada suatu lembaga arbitrase yang berfungsi untuk mendamaikannya (Firman, 2006).

B. Budaya

Dua tema atau isu sentral tentang sistem budaya dalam suatu masyarakat/bangsa sebagai berikut.

  1. Kinerja bisnis internasional yang sukses memerlukan cross culture literacy. Maksudnya, bagaimana memahami dan mengatasi perbedaanperbedaan budaya antar dan dalam suatu bangsa/negara karena dapat memengaruhi praktik-praktik bisnis internasional.
  2. Adanya hubungan nyata antarbudaya dan biaya-biaya yang ditimbulkan dalam praktik bisnis pada suatu bangsa/negara. Faktor-faktor budaya ini dapat membantu perusahaan-perusahaan mencapai keunggulan kompetitif dalam perekonomian atau bisnis internasional. Hal ini karena bangsa atau perusahaan yang warga negaranya atau anggotanya yang memiliki kompetisi budaya tinggi dalam kesamaan segala hal akan memperoleh keuntungan dalam persaingan. Tuntutan dari gerakan yang terus mengarah ke pasar global dan perdagangan lintas perbatasan yang semakin berkembang menyebabkan terbentuknya berbagai kemajuan teknologi yang mengagumkan di bidang komunikasi dan transportasi. Maka itu, kebudayaan-kebudayaan dunia semakin berinteraksi satu sama lain (Farid Elashmawi dan Philip R. Harris, 1998). Sebaliknya, faktor budaya ini dapat juga menaikkan biaya atau kegagalan dalam bekerja sama. Perhatikan contoh berikut ini.
  3. Beberapa ahli berpendapat bahwa faktor budaya di Jepang membantu beberapa perusahaan mencapai keunggulan kompetitif dengan biaya rendah (lower cost) dalam bisnisnya.
  4. Beberapa perusahaan di Inggris mengalami kesulitan dalam hal kerja sama antara pihak manajemen dan pekerja-pekerja. Hal ini disebabkan adanya konflik antarkelas (status sosial) dalam sejarah Inggris. Seringnya konflik ini mencerminkan tingginya tingkat perselisihan industri sehingga akan meningkatkan biaya-biaya secara relatif dibandingkan dengan Swiss, Norwegia, Jerman, atau Jepang tempat latar belakang konflik kelas dapat dicegah.
  5. Kegagalan dalam usaha joint venture biasanya bukan karena kekurangan uang atau teknologi, melainkan karena perbedaan budaya yang tidak dimengerti (kesalahpahaman) satu sama lainnya terhadap nilai-nilai orang, perusahaan, atau bangsa.

1. Pengertian Budaya

Sebelum membahas pengaruh dan perbedaan budaya bangsa/negara dalam praktik perusahaan bisnis internasional, terlebih dulu perlu dimengerti apa yang dimaksud dengan budaya. Sampai saat ini, di kalangan para ahli yang berkompeten belum mencapai kesepakatan bersama tentang definisi yang sederhana mengenai budaya itu sendiri. Namun, dalam tulisan ini, akan dikemukakan beberapa pengertian budaya menurut beberapa ahli sebagai berikut. a. Edward Taylor, seorang antropolog pada tahun 1870-an, mendefinisikan budaya sebagai suatu kesatuan antara pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain yang diperoleh sebagai anggota atau bagian masyarakat. b. Hofstede, seorang ahli perbedaan lintas budaya dan manajemen, mendefinisikan budaya sebagai program kolektif (bersama-sama) dari pemikiran yang membeda-bedakan anggota-anggota dari suatu kelompok atau komunitas manusia dengan yang lainnya. Hal ini meliputi sistem nilai dan nilai-nilai di antara bangunan blok-blok budaya. c. Zhi Namentwirth dan Robert Weber melihat budaya sebagai suatu sistem dari ide-ide (pemikiran) dan pendapat bahwa pengesahan ide-ide ini dirancang untuk kehidupan. Dari pendapat Hofstede, Namentwirth, dan Weber, dapat disimpulkan bahwa budaya sebagai suatu sistem nilai dan norma-norma yang diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama-sama sebagai landasan dalam kehidupan. Budaya dapat dibagikan pada anggota dalam suatu kelompok, organisasi, ataupun bangsa. Nilai-nilai diartikan sebagai ide-ide abstrak mengenai apakah suatu kelompok memercayai kebaikan, kebenaran, dan keinginan. Sementara itu, norma-norma diartikan sebagai aturan-aturan sosial dan petunjuk-petunjuk yang menentukan perilaku dalam keadaan tertentu.

2. Nilai-Nilai (Values)

Nilai-nilai membentuk struktur suatu budaya atau dapat juga melatarbelakangi suatu budaya. Dalam konteks ini, nilai-nilai memberikan suatu norma-norma masyarakat yang ditetapkan dan dibenarkan. Nilai-nilai ini meliputi sikap atau perilaku masyarakat terhadap konsep-konsep kebebasan individu, demokrasi, kepercayaan, keadilan, kejujuran, kesetiaan, kewajiban sosial, tanggung jawab bersama, aturan-aturan dalam hal perempuan, cinta, perkawinan, seks, dan lain-lain. Perbedaan prioritas nilai- nilai utama antarbangsa atau negara ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

<figure class="wp-block-image size-full"><img loading="lazy" decoding="async" src="https://canducation.com/content/images/modul/bisnis-internasional/m4/Prioritas%20Nilai-Nilai.png" alt="Prioritas Nilai-Nilai.png" srcset="https://canducation.com/content/images/modul/bisnis-internasional/m4/Prioritas%20Nilai-Nilai.png 866w, https://canducation.com/content/images/modul/bisnis-internasional/m4/Prioritas%20Nilai-Nilai.png 288w, https://canducation.com/content/images/modul/bisnis-internasional/m4/Prioritas%20Nilai-Nilai.png 768w" sizes="(max-width: 866px) 100vw, 866px" /></figure>

Sementara itu Tabel 4.2 menyajikan perbedaan nilai-nilai yang dianut pada saat suatu negara memulai melakukan hubungan bisnis

<figure class="wp-block-image size-full"><img loading="lazy" decoding="async" src="https://canducation.com/content/images/modul/bisnis-internasional/m4/Nilai%20Budaya%20yang%20diterapkan%20saat%20memulai%20hubungan%20bisnis.png" alt="Nilai Budaya yang diterapkan saat memulai hubungan bisnis.png" srcset="https://canducation.com/content/images/modul/bisnis-internasional/m4/Nilai%20Budaya%20yang%20diterapkan%20saat%20memulai%20hubungan%20bisnis.png 866w, https://canducation.com/content/images/modul/bisnis-internasional/m4/Nilai%20Budaya%20yang%20diterapkan%20saat%20memulai%20hubungan%20bisnis.png 288w, https://canducation.com/content/images/modul/bisnis-internasional/m4/Nilai%20Budaya%20yang%20diterapkan%20saat%20memulai%20hubungan%20bisnis.png 768w" sizes="(max-width: 866px) 100vw, 866px" /></figure>

Nilai-nilai tidak hanya konsep abstrak belaka, tetapi ditanamkan dengan mempertimbangkan kepentingan emosional. Nilai-nilai ini sering dicerminkan pada sistem politik dan ekonomi suatu masyarakat. Sebagai contoh, kapitalisme pasar bebas adalah cerminan filosofis yang menekankan kebebasan individu. Dalam nilai-nilai ini, terdapat sikap atau attitude (Rugman & Richard, 1995). Sikap yang berasal dari nilai-nilai ini secara langsung dapat memengaruhi bisnis internasional. Sebagai contoh, cokelat buatan Swiss sangat disukai oleh konsumen di AS karena mereka percaya bahwa cokelat Swiss memiliki kualitas yang tinggi (nilai-nilai). Oleh karena itu, perusahaanperusahaan Swiss mengutamakan keaslian (originalitas) agar dapat menghasilkan penjualan yang tinggi (attitude). Begitu juga di Jepang, perusahaan Levi's memuji-muji karena diketahui bahwa orang-orang Jepang memandang Levi's sebagai prestige jeans (value) dan mereka membelinya (attitude).

3. Norma-norma

Norma-norma merupakan aturan-aturan sosial yang mengatur tindakantindakan manusia terhadap orang lain. Norma-norma ini dapat dikelompokkan dalam dua katergori utama berikut (Sadono, 2003). a. Adat istiadat adalah konvesi-konvesi rutin dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya, adat istiadat ini berupa tindakan-tindakan moral yang kurang berarti. Sebagai contoh, orang-orang AS sangat menghargai waktu. Mereka akan berangkat beberapa menit sebelum perjanjian bisnis dimulai. Ketika diundang untuk makan malam di rumah seseorang, mereka memperlihatkan sopan santunnya dengan datang tepat waktu atau terlambat sedikit. Konsep mengenai waktu ini sangat berbeda dengan negara yang lainnya. Datang lebih dahulu sebelum waktu perjanjian bisnis dimulai adalah tidak sopan atau ketika diundang makan malam dengan kedatangan tepat waktu adalah tata krama yang tidak baik di Inggris. Sebagai contoh, ketika seseorang mengatakan, "Datang pukul 19.00 WIB untuk makan malam," hal ini berarti, "Datanglah pukul 19.00—19.30 WIB." Apabila sang tamu datang tepat waktu (pukul 19.00 WIB), sepertinya ia ingin melihat ketidaksiapan sang tuan rumah. b. Mores adalah norma-norma yang merupakan pusat dari fungsi masyarakat dan kehidupan sosialnya. Mores ini lebih berarti daripada adat istiadat, seperti faktor-faktor yang menolak dan menentang pencurian, percabulan, perzinahan, dan kanibalisme. Dalam masyarakat tertentu, mores merupakan bagian dalam hukum. Dalam masyarakat yang sudah maju, hukum ini menentang pencurian, perzinahan, dan kanibalisme. Namun, di sini banyak perbedaan antarbudaya tentang cara menerima mores ini. Sebagai contoh, di AS, mengonsumsi alkohol dapat diterima oleh masyarakatnya, sedangkan di Arab Saudi, mengonsumsi alkohol dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum. Maka dari itu, orang yang melakukannya dapat divonis masuk penjara dan warga negara asing yang bekerja di Arab Saudi dapat diusir.

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Budaya

Nilai-nilai atau norma-norma suatu budaya tidak akan muncul dari mana pun yang terbentuk secara utuh. Namun, semuanya itu berevolusi dengan sejumlah faktor yang bekerja dalam suatu masyarakat. Faktor-faktor ini meliputi filosofi politik dan ekonomi, struktur sosial masyarakat, kelompok agama mayoritas, bahasa, serta pendidikan.

5. Struktur Sosial

Struktur sosial suatu masyarakat adalah organisasi-organisasi yang mendasar. Walaupun di sini banyak perbedaan aspek dalam struktur sosial, ada dua dimensi utama penggerak ketika kita ingin menjelaskan perbedaan- perbedaan budaya-budaya. Pertama, tingkat ketika unit dasar dari struktur organisasi adalah individu yang merupakan lawan dari kelompok dalam masyarakat Barat. Kepentingan individu cenderung lebih diutamakan daripada kepentingan kelompok. Dimensi kedua adalah tingkat ketika suatu masyarakat terbagi dalam kelas-kelas atau kasta-kasta seperti halnya di India. Individu dan kelompok

1) Individu

Pada mayoritas masyarakat Barat, individu dipandang sebagai dasar utama dari organisasi sosial. Ini tidak hanya direfleksikan dalam organisasi politik dan ekonomi masyarakat, tetapi direfleksikan juga dalam cara orangorang memandang diri sendiri dan hubungan satu sama lainnya di dalam kegiatan sosial atau bisnis. Individu ini termasuk dalam keluarga-keluarga, kelompok kerja, kelompok sosial, kelompok rekreasi, dan sebagainya. Prestasi atau kinerja individu dalam sistem nilai yang berlaku di kalangan masyarakat Barat pada umumnya lebih diutamakan. Penegasan pentingnya nilai individualisme ini masing-masing memiliki aspek yang bermanfaat dan berbahaya (beneficial and harmful aspect). Sebagai contoh, di AS, perhatian atau penekanan pada kinerja individu memperlihatkan menonjolnya individualisme dan kewirausahaan. Ini dapat dilihat dengan tingginya kegiatan wirausaha yang dinamis dalam masyarakat AS dan negara Barat lainnya. Banyak produk baru dan cara berbisnis yang lebih efektif (misalnya personal komputer, bioteknologi, supermarket, dan lain-lain) dengan cepat diciptakan oleh wirausaha individu-individu. Namun, di sisi lainnya, filosofi individualisme juga memperlihatkan begitu besarnya mobilitas antarperusahaan yang berdampak meningkatkan biaya-biaya perusahaan. Ketika berpindah (pekerjaan) dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, hal itu berdampak positif bagi individu yang ingin lebih maju dan tertantang. Berkurangnya loyalitas, komitmen, dan kecenderungan untuk pindah ketika ada tawaran yang lebih baik hanya menghasilkan manajer atau karyawan yang memilliki kemampuan umum (general skill) yang baik, tetapi kurang mendalamnya pengetahuan, pengalaman, dan hubungan kontak pribadi. Penekanan pada individualisme juga menjadi hambatan untuk kerja tim, yaitu perusahaan memerlukan tenaga kerja yang bekerja dalam tugas- tugas kolektif.

2) Kelompok (Group)

Kelompok dapat diartikan sebagai sekumpulan dua atau lebih individu yang memiliki keinginan berbagi pikiran dan berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam penyusunan beberapa harapan dasar mengenai tingkah laku dengan yang lainnya. Di kalangan masyarakat Barat, nilai-nilai individualisme lebih diutamakan. Sebaliknya, pada masyarakat lainnya, kelompok adalah unit mendasar dalam organisasi sosial. Di Jepang, contohnya, status sosial individu ditentukan oleh banyaknya dia berinteraksi dalam kelompok, yaitu individu tersebut memiliki kinerja. Dalam suatu studi klasik yang dilakukan oleh Nakane, kepentingan kelompok sebagai kepunyaan individu sering memperlihatkan secara mendalam perasaan kasih sayang (perhatian) yang menandakan bahwa kelompok menjadi kepentingan semuanya dalam kehidupan seseorang. Dapat disimpulkan bahwa nilai utama dari budaya Jepang adalah kepentingan mendahulukan keanggotaan kelompok. Hal ini membawa dampak positif dalam aktivitas bisnis. Misalnya, kurangnya keinginan para manajer atau pekerja untuk pindah ke perusahaan lain sehingga dapat mereduksi biaya perusahaan. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa keunggulan perusahaan Jepang dalam ekonomi global didasarkan pada sebagian kemampuan mereka membentuk kerja sama tertutup antara individu-individu dalam suatu perusahaan dan antarperusahaan-perusahaan. Ini dapat dilihat dari kerja sama antara perusahaan dan pemasok-pemasoknya dalam menghadapi isu-isu, seperti desain, pengendalian kualitas, dan pengurangan persediaan. Dalam hal ini, kerja sama ditentukan oleh keinginan untuk memperbaiki kinerja kelompok tempat kepunyaan individu.

A) Stratifikasi Sosial

Seluruh masyarakat digolongkan dalam hierarki dasar yang termasuk kategori-kategori sosial atau strata sosial. Strata ini secara khusus didefinisikan dalam karakteristik-karakteristik mendasar, seperti latar belakang keluarga, pekerjaan (jabatan), dan pendapatan. Individu dilahirkan dalam suatu strata (yang dimiliki oleh orang tuanya) menuju hierarki sosial yang lebih tinggi dengan kecenderungan perubahan hidup yang lebih baik (pendidikan, kesehatan, dan standar hidup yang lebih baik) dibandingkan dengan ketika ia dilahirkan pada strata yang rendah. Walaupun seluruh masyarakat digolongkan dalam beberapa tingkat, masyarakat membedakannya dalam dua cara. Pertama, mereka berbeda dengan yang lainnya dalam hal tingkat mobilitas sosial. Kedua, mereka berbeda dengan yang lainnya dalam hal kepentingan strata sosial dalam konteks bisnis.

B) Mobilitas Sosial

Mobilitas adalah perubahan status sosial ketika individu-individu dapat keluar dari strata yang dimilikinya pada saat lahir. Mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat sangat beragam. Itu artinya berbeda dari masyarakat ke masyarakat lainnya. Mobilitas sosial yang kaku terdapat pada masyarakat yang menganut sistem kasta. Sistem kasta adalah sistem tertutup dari stratifikasi ketika posisi atau kedudukan sosial seseorang ditentukan oleh keluarga tempat seseorang dilahirkan. Perubahan posisi atau strata biasanya tidak mungkin terjadi dalam hidupnya. Sering kali suatu posisi kasta memberikan pengaruh dalam pekerjaan atau jabatan. Sistem kasta ini dapat ditemukan pada masyarakat India. Sistem kelas adalah bentuk stratifikasi sosial yang tidak sekaku sistem kasta tempat mobilitas mungkin terjadi. Sistem kelas ini merupakan bentuk stratifikasi terbuka, yaitu kedudukan seseorang yang dimiliki sejak lahir dapat berubah melalui prestasinya atau keberuntungan. Walaupun banyak masyarakat memiliki sistem kelas, sistem kelas yang dimiliki berbeda dari suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Contohnya adalah sistem kelas di Inggris yang mobilitasnya relatif rendah. Masyarakat Inggris terbagi dalam tiga kelas utama. Pertama, kelas atas, yaitu seseorang memiliki keluarga yang kaya, prestise, dan kedudukan turun-temurun. Kedua, kelas menengah (menengah atas dan menengah bawah), yaitu para profesional, dokter, pengacara, manajer, dan lain-lain. Kelas bawah atau kelas pekerja, yaitu yang berpendapatan dari pekerjaan biasa. Perbedaan kelas ini mencerminkan perbedaan gaya dan pola hidup, seperti pemilihan kualitas pendidikan, kesehatan, permukiman, dan lain-lain. Dari sistem kelas di Inggris ini, adanya kecenderungan untuk mengabadikan (mengultuskan) mereka dari generasi yang satu ke yang lainnya dan mobilitas ini terbatas. Walaupun mobilitas ke atas (naik) mungkin terjadi, biasanya tidak dapat dicapai dalam satu generasi. Sementara itu, sistem kelas di AS sangat bertolak belakang dengan Inggris. Di AS, mobilitas begitu besar. Kelas sosial di AS terbagi dalam tiga kelas juga, tetapi keanggotaan kelas di AS ditentukan oleh prestasi ekonomi seseorang yang berlawanan dengan latar belakang keluarga dan pendidikan yang berlaku di Inggris.

c) Kepentingan

Stratifikasi suatu masyarakat dari perspektif bisnis adalah suatu kepentingan-kepentingan sepanjang memengaruhi operasi organisasi bisnis. Dalam masyarakat AS, tingginya tingkat mobilitas sosial dan penekanan pada nilai-nilai individualisme membatasi pengaruh kuat latar belakang kelas dalam operasi-operasi bisnis. Begitu juga di Jepang, orang-orang menerima diri sendiri sebagai masyarakat menengah di dalam negara. Walaupun relatif kurangnya mobilitas kelas, yang mencolok adalah perbedaan antarkelas-kelas yang dihasilkan akan menimbulkan kesadaran kelas, yaitu suatu kondisi ketika orang-orang menerima diri sendiri dalam latar belakang kelas mereka dan hubungan antarmereka dengan anggota kelas yang lainnya. Akibatnya, hubungan antagonis antara manajemen (kelas atas dan menengah) serta pekerja (kelas bawah) menghasilkan kerja sama yang rendah dan tingginya tingkat perselisihan yang berdampak pada meningkatkan biaya produksi di Inggris dibandingkan dengan biaya di beberapa negara, seperti di AS dan Jepang, yang tingkat konfliknya rendah. Hal ini berakibat sulitnya perusahaan-perusahaan di Inggris memperoleh keunggulan kompetitif dalam ekonomi global. Permasalahan yang sama juga terjadi di Italia, Spanyol, dan Yunani.

d) Agama

Agama dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pembagian kepercayaan-kepercayaan dan ritual-ritual yang berhubungan dengan dunia yang suci. Hubungan antara agama dan masyarakat itu sangat kompleks, tidak kentara, dan amat dalam. Agama akan memengaruhi gaya hidup, kepercayaan, nilai-nilai, dan sikap serta dapat mempunyai hubungan dramatis dalam kehidupan seseorang pada perilaku masyarakat satu sama lainnya. Agama ini juga memengaruhi kebiasaan bekerja dan aktivitas sosial dari hari ke hari dalam seminggu, yaitu orang-orang bekerja dengan kebiasaan-kebiasaan keagamaan mereka (Rugman dan Richard, 1995). Di muka bumi ini, terdapat ribuan agama atau kepercayaan, tetapi yang dominan adalah Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Kelima agama yang dominan ini akan dijelaskan dalam tulisan berikut berkenaan dengan implikasinya terhadap kegiatan bisnis.

(1) Agama Kristen

Penganut agama Kristen adalah penganut yang terbesar di dunia, sekitar 1 miliar jiwa atau sekitar 20% dari populasi di muka bumi ini. Sebagian besar tinggal di negara-negara Eropa, Australia, AS, dan sebagian kecil di Asia dan Afrika. Agama Kristen terbagi dalam dua kelompok besar. Pertama, Kristen Protestan yang terdiri atas banyak sekte, seperti Metodis, Baptis, Calvinis, dan lain-lain. Kedua, Kristen Katolik Roma, Katolik Ortodoks (seperti di Rusia dan Yunani), dan Katolik Anglikan di Inggris.

(2) Agama Hindu

Penganut agama Hindu ini kira-kira 500 juta jiwa yang sebagian besar dapat ditemukan di India. Hinduisme ini berawal dari Lembah Indus di India lebih dari 4000 tahun yang lalu sehingga merupakan agama tertua di dunia. Hindu memercayai bahwa suatu kekuatan moral dalam masyarakat memerlukan sikap penerimaan dari tanggung jawab tertentu yang disebut dengan darma. Dalam Hindu, ada suatu penitisan, yakni lahir kembali dengan tubuh berbeda setelah manusia meninggal. Hindu juga percaya adanya karma, yaitu gerak maju rohani atau spiritual pada setiap jiwa manusia. Karma seseorang ini dipengaruhi oleh cara hidupnya. Keutuhan moral dari karma seseorang menentukan tantangan yang akan dihadapinya pada kehidupan yang akan datang. Dari kesempurnaan jiwa dalam setiap kehidupan baru, Hindu percaya bahwa seseorang akan mencapai nirwana. Jalan mencapai nirwana ini adalah menjalankan gaya hidup petapa yang ketat dan menjauhi materialisme, penyangkalan diri, serta spiritual hidup devosi.

(3) Agama Buddha

Agama Buddha berasal dari India yang lahir pada abad ke-6 SM oleh Siddharta Gautama, seorang pangeran yang meninggalkan kehidupannya dan kekayaan yang dimiliki untuk mengikuti cara (gaya) hidup seorang pendeta untuk mencapai kesempurnaan spiritual. Siddharta mencapai nirwana, tetapi memutuskan tinggal di dunia ini agar dapat mengajar pengikut-pengikutnya tentang bagaimana mereka dapat mencapai pencerahan atau penerangan spiritual. Saat ini, ajaran Buddha memiliki pengikut sekitar 250 juta jiwa yang kebanyakan ditemukan di Asia Tengah dan Tenggara, Cina, Korea, dan Jepang. Menurut Buddha, hidup ini dipenuhi penderitaan. Kesengsaraan ada di mana-mana dan dimulai dari hasrat manusia untuk bersenang-senang. Hasrat ini dapat dikekang secara sistematis dengan mengikuti delapan jalan menuju kemuliaan (noble eightfold path), yakni mengutamakan kebenaran dan kebaikan dalam penglihatan, pikiran, perkataan, perbuatan, kehidupan, usaha, kesadaraan, dan meditasi.

(4) Konghucu

Ajaran Konghucu lahir pada abad ke-5 SM oleh K'ung Fu Tzu yang umumnya dikenal dengan Konfusius. Lebih dari 2000 tahun hingga revolusi komunis pada tahun 1949, ajaran ini merupakan suatu agama (kepercayaan) di Cina. Ketika pengamatan keagamaan mulai melemah di Cina sejak 1949, lebih dari 150 juta orang masih menjadi pengikut ajaran ini yang sebagian besar berada di Cina, Korea, dan Jepang. Konghucu mengajarkan pentingnya mencapai keselamatan manusia dengan tindakan yang benar. Dalam ajaran ini, dibangun berdasarkan suatu kode etik yang luas (komprehensif) dengan mengutamakan petunjuk-petunjuk untuk berhubungan dengan yang lainnya. Dibutuhkan moralitas dan aturan etika yang tinggi serta loyalitas terhadap yang lainnya merupakan titik sentral dari ajaran Konghucu. Tidak seperti agama yang lainnya, dalam ajaran ini tidak ada hubungan dengan supernatural dan berbicara (pendapat) sedikit mengenai kehidupan yang akan datang. Banyak yang berpendapat bahwa Konghucu ini bukanlah suatu agama, melainkan suatu sistem etika yang sederhana. Namun demikian, Konghucu ini dikatakan sebagai agama oleh para pengikutnya.

(5) Agama Islam

Dengan 750 juta penganut, Islam adalah agama terbesar kedua di dunia. Islam lahir pada 610 Masehi ketika Nabi Muhammad mulai menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia. Pengikut ajaran Islam disebut sebagai kaum muslim. Muslim menjadi kaum mayoritas pada lebih 35 negara yang merentang dari Pantai Tenggara Afrika, melalui Timur Tengah hingga Cina dan Malaysia di timur jauh. Islam memiliki keyakinan yang berbeda dengan Kristen. Orang Kristen memandang Yesus/Almasih sebagai anak Tuhan, sedangkan Islam meyakini Yesus sebagai Nabi (Isa) dan Tuhan itu tidak beranak. Seperti halnya Kristen dan Judais, Islam adalah agama monoteis. Prinsip dasar Islam adalah tidak ada Tuhan selain Allah. Prinsip-prinsip utama lain dari Islam adalah (1) menghormati dan menghargai orang tua, (2) menghargai hak-hak orang lain, (3) menghindari pembunuhan, kecuali oleh sebab-sebab yang diperbolehkan oleh hukum, (4) tidak berperilaku malas, (5) berhubungan secara adil dan jujur dengan orang lain, (6) mengikuti pikiran sesuai dengan hati murni, (7) menyelamatkan hidup untuk masa depan akhirat, serta (8) menghindari perasaan atau prasangka buruk. Islam merupakan jalan hidup yang mengarahkan kehidupan muslim secara total. Sebagaimana petunjuk Allah, seorang muslim dikelilingi oleh prinsip-prinsip religius, yaitu kode arahan hubungan antarpersonal dalam kehidupan dan aktivitas sosial mereka. Agama ditempatkan pada tempat tertinggi dari seluruh bidang kehidupan manusia. Umat Islam hidup dalam struktur sosial yang dipertajam oleh nilai-nilai Islam dan norma-norma moral. Aktivitas ritual dalam kehidupan sosial sehari-hari di negara-negara muslim merupakan hal penting yang perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis dari negara Barat. Ritual kaum muslim mensyaratkan shalat lima kali sehari sehingga partisipan muslim dalam pertemuan bisnis perlu diberi izin pada waktu- waktu shalat tersebut. Islam mensyaratkan aturan berpakaian tertentu dan melarang mengonsumsi daging babi serta alkohol, bahkan merokok pun dianggap makruh yang artinya lebih baik tidak merokok. Fenomena mengenai paham Islam fundamentalis muncul pada dua dekade yang lalu. Walaupun timbulnya paham fundamentalis tersebut tidak berakibat apa-apa, hal ini hanya sebagai jawaban terhadap tekanan sosial yang terjadi pada masyarakat Islam tradisional yang bergerak ke arah modernisasi dan pengaruh ide-ide Barat, seperti demokrasi liberal, paham materialisme, persamaan hak perempuan, perilaku Barat mengenai seks, perkawinan, dan alkohol. Di beberapa negara Islam, modernisasi itu menimbulkan jurang yang semakin besar antara masyarakat kaya di daerah perkotaan yang minoritas dan sebagian masyarakat miskin di perkotaan dan daerah perdesaan. Bagi kebanyakan masyarakat miskin, modernisasi sering menawarkan kemajuan ekonomi yang kecil, sedangkan modernisasi tadi mengancam sistem nilai tradisional mereka. Jadi, seorang muslim yang menghargai tradisinya dan merasa bahwa identitasnya terancam oleh nilai-nilai Barat, Islam fundamentalis menjadi sebuah landasan budaya. Orang-orang fundamentalis meminta suatu komitmen yang keras terhadap kepercayaan dan ritual agama tradisional mereka. Hasilnya adalah peningkatan yang cukup berarti dalam menggunakan simbol- simbol dalam perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Para perempuan kembali memakai kain panjang, menutupi rambut mereka, studi-studi Islam meningkat di universitas-universitas, kegiatan keagamaan telah meningkat, dan makin banyak ceramah agama diperdengarkan di masyarakat. Lebih jauh lagi, sentimen dari beberapa kelompok fundamentalis semakin bertambah mengenai anti-Barat. Benar atau salah, pengaruh Barat dicela sebagai penyebab semua penyakit sosial dan gerakan dari beberapa fundamentalis diarahkan kepada pemerintah Barat, simbol-simbol budaya, bisnis, bahkan individu- individu. Beberapa negara muslim fundamentalis telah mendapat kekuasaan politik dan menggunakannya untuk mencoba menerapkan hukum Islam (seperti yang diajarkan dalam Alquran sebagai sumber hukum negara). Fundamentalis telah mengalami kesuksesan di Iran tempat partai fundamentalis memegang kekuasaan sejak tahun 1979. Mereka juga mempunyai pengaruh yang cukup besar di beberapa negara lain, seperti Aljazair, Mesir, Pakistan, dan Arab Saudi.

E) Bahasa

Bahasa merupakan komponen penting dalam suatu budaya karena dengan bahasa manusia dapat mengeluarkan ide dan dapat berkomunikasi. Melalui bahasa, dapat dirumuskan budaya dan pola berpikir, persepsi, serta konsep manusia tentang realitas idealnya. Bahasa ini diartikan sebagai setiap pengertian (arti) perkataan (spoken) atau nonperkataan (unspoken) dari komunikasi. Ada beberapa bentuk bahasa yang sering digunakan sebagai berikut.

(1) Bahasa lisan

Sejak bahasa digunakan oleh manusia untuk mengartikan dunia ini, hal tersebut dapat membantu mendefinisikan budaya. Dalam suatu bangsa atau negara yang memiliki lebih dari satu bahasa, ditemukan lebih dari satu budaya. Di Kanada, sebagai contoh, dapat ditemukan budaya berbahasa Inggris dan budaya berbahasa Prancis. Ketegangan antara kedua kelompok masyarakat tersebut sangat tinggi karena adanya ego masing-masing yang ingin menguasai dominasi pemakaian bahasanya. Hal yang sama juga terjadi di negara-negara lainnya, seperti Belgia, Spanyol, dan Siprus. Bahasa Cina paling banyak digunakan oleh populasi di dunia ini, diikuti oleh bahasa Inggris, Hindi, dan seterusnya. Walaupun bahasa Inggris hanya menempati urutan kedua, bahasa Inggris ini sudah dijadikan sebagai bahasa internasional. Misalnya, orang-orang Jepang akan melakukan hubungan dagang dengan orang Jerman maka bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Inggris. Sering kali ditemukan bahwa bahasa Inggris ini menjadi bahasa kedua dalam suatu bangsa atau negara, misalnya di India, Malaysia, Filipina, dan lain-lain. Walaupun bahasa Inggris ini sudah diterima secara luas, masih perlu dipertimbangkan keuntungan untuk mempelajari bahasa lokal. Menurut Rugman dan Richard (1995), pengetahuan bahasa lokal dapat membantu perusahaan dalam memperjelas pengenalan situasi dan kondisi suatu daerah, (a) menyediakan akses langsung pada masyarakat lokal, maksudnya mereka akan lebih terbuka jika berkomunikasi dalam bahasa mereka, (b) mengerti bahasa suatu daerah akan menghargai orang dengan tingkat perbedaan yang sangat kecil, penuh pengertian, dan informasi lainnya yang tidak dirumuskan bersama-sama. Bahasa lokal membantu seseorang untuk lebih memahami budaya orang lain dengan baik. Dalam bisnis internasional, ketidakmengertian terhadap bahasa lokal dapat menimbulkan beberapa blunders dalam penerjemahan yang salah. Sebagai contoh, ketika General Motor mengalami kesulitan dengan kurangnya antusias para dealers mobil di Puerto Riko terhadap perkenalan produk baru Chevrolet Nova. Nova dalam bahasa Spanyol diartikan sebagai bintang. Namun, ketika orang mengatakan nova, kedengaran seperti no va yang dalam bahasa Spanyol berarti "jangan pergi". Kemudian, General Motor mengganti nama mobil tersebut dengang Caribe.

(2) Bahasa Tulisan

Bahasa tulisan dapat diartikan sebagai komunikasi nonverbal. Ini dapat diartikan sebagai komunikasi dalam setiap bentuk yang bukan kata serta yang dapat menciptakan arti untuk dimengerti orang lain dan merangsang jawaban (Elashmawi dan Harris). Namun, dapat juga terjadi kegagalan berkomunikasi dalam mengartikan bahasa nonverbal pada suatu budaya. Sebagai contoh, membuat suatu lingkaran dengan menggunakan jari jempol dan jari telunjuk yang berarti persahabatan di AS. Akan tetapi, bagi masyarakat Turki dan Yunani, hal seperti itu akan berarti undangan seks vulgar. Hal yang sama ketika orang AS dan Eropa mengacungkan ibu jari, ini berarti baik-baik saja, tetapi di Yunani hal ini berarti percabulan. Aspek lain dalam komunikasi nonverbal adalah jarak seseorang (personal space), maksudnya kenyamanan, yaitu jarak antara Anda dan orang lain waktu mengadakan pembicaraan. Di AS, kebiasaan dalam suatu diskusi bisnis, jarak orang berdiri diadopsi dari keadaan di pesta-pesta, yakni sekitar 5—=8 kaki. Namun, di Amerika Latin, jaraknya adalah 3—5 kaki. Konsekuensinya, banyak orang Amerika Utara merasa tidak sadar bahwa Amerika Latin melanggar tempat pribadi mereka (invading their personal space). Hal ini dapat dilihat dengan cara membelakangi mereka selama percakapan (pembicaraan). Sebaliknya, orang Amerika Latin menginterpretasikan membelakangi.

(3) Pendidikan

Pendidikan formal memegang peranan kunci dalam masyarakat. Pendidikan formal ini merupakan media atau sarana agar individu banyak belajar mengenai keahlian bahasa, konsep-konsep, dan matematika yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat modern. Pendidikan formal merupakan peranan (aturan) keluarga tambahan bagi generasi muda yang akan masuk (terjun) dalam nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma dibawa secara langsung ataupun tidak langsung. Sekolah-sekolah umumnya mengajarkan realitas-realitas (fakta-fakta) mendasar tentang kehidupan sosial dan politik dari suatu masyarakat. Norma-norma budaya ini dibawa secara tidak langsung dari sekolah dengan titik perhatian (fokus) pada hak dan kewajiban, kejujuran, kerapian, kedisplinan (tepat waktu), dan lain-lain yang semuanya itu merupakan bagian dari kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) sekolah. Sistem rangking atau peringkat selalu digunakan dalam mengajar para pelajar mengenai nilai prestasi pribadi dan kompetisi. Dalam suatu negara, tingginya angka (persentase) penduduk yang bebas buta huruf biasanya menghasilkan produktivitas pertumbuhan ekonomi yang besar dan terjadinya perkembangan teknologi. Dalam perspektif bisnis internasional, pendidikan memegang peranan penting yang menentukan keunggulan kompetitif suatu bangsa. Tersedianya keahlian dan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan ekonomi suatu bangsa. Dalam keberhasilan kompetitif negara Jepang semenjak 1945, Michael Porter mencatat bahwa Jepang telah hancur semuanya, kecuali yang tersisa keahlian dan sumber daya manusia terdidik. Porter menambahkan bahwa sistem pendidikan Jepang yang sangat baik merupakan faktor penting untuk menjelaskan keberhasilan ekonomi negara Jepang pascaperang. Tidak hanya sistem pendidikan yang baik yang menentukan keunggulan kompetitif suatu bangsa, tetapi faktor penting lainnya, seperti penentuan lokasi dalam pemilihan bisnis internasional. Sebagai contoh, akan terasa apabila kurangnya fasilitas produksi dasar yang memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan tinggi dalam suatu negara, tetapi sistem pendidikan kurang mendukung akan ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan fasilitas tersebut. Maka itu, perhatian dalam bidang pendidikan merupakan investasi jangka panjang bagi suatu negara yang tecermin dalam proporsi yang cukup besar dalam anggaran (dana) pengeluarannya, seperti AS, Jepang, dan Jerman.

F) Budaya Dan Tempat Kerja

Untuk suatu bisnis internasional yang melakukan operasi di negara yang berbeda-beda, pertanyaan yang menjadi pertimbangan penting adalah bagaimana budaya masyarakat memengaruhi nilai yang berlaku di tempat kerja. Pertanyaan tersebut diarahkan pada kebutuhan proses dan praktik manajemen yang bervariasi serta mengaitkan pekerjaan dan nilai-nilai. Sebagai contoh, jika AS dan Prancis memiliki budaya yang berbeda dan jika budaya-budaya tersebut tampak pada nilai kerja yang berbeda, masuk akal bagi bisnis internasional yang beroperasi di kedua negara tersebut apabila proses dan praktik manajemennya juga berbeda.

(1) Model Hofstede

Studi yang paling terkenal tentang budaya seperti apa dan budaya berhubungan dengan nilai di tempat kerja dilakukan oleh Geert Hofstede. Sebagai bagian dari pekerjaannya selaku ahli psikologi yang bekerja di IBM, dari tahun 1967—1973, Hofstede mengumpulkan data tentang sikap dan nilai dari 100.000 orang karyawan. Data ini memungkinkan ia untuk membandingkan dimensi budaya lebih dari 40 negara. Hofstede memisahkan empat dimensi yang dia sebut sebagai akibat perbedaan budaya. Empat dimensi yang dimaksud adalah (a) power distance, (b) individualisme vs kolektivisme, (c) penghindaran ketidakpastian, dan (d) maskulinitas vs feminisme. Dimensi power distance memfokuskan bagaimana masyarakat berhubungan dengan kenyataan bahwa orang itu berbeda secara fisik dan kapabilitas intelektualnya. Menurut Hofstede, budaya power distance yang tinggi ditemukan di negara-negara yang membiarkan ketidaksamaan tumbuh sepanjang waktu yang berdampak pada perbedaan kekuatan dan kemakmuran. Budaya power distance yang rendah ditemukan di masyarakat yang mencoba untuk menekan sedapat mungkin terjadinya ketidaksamaan. Dimensi individualisme vs kolektivisme difokuskan pada hubungan antara individu dan pengikutnya. Dalam masyarakat yang individualistis, ikatan antarindividu hilang dan prestasi serta kebebasan individu sangat dihargai. Dalam masyarakat yang menekankan kolektivisme, ikatan antarindividu sangat kuat. Pada beberapa masyarakat, seseorang dilahirkan dalam suatu perkumpulan masyarakat dianggap sebagai keluarga besar. Setiap orang dianggap berkepentingan dengan kolektivitasnya. Dimensi ketidakpastian diukur dari bagaimana masyarakat menyosialisasikan anggotanya untuk menerima situasi ketika menoleransi ketidakpastian menempatkan keamanan pekerjaan, pola karier, manfaat pensiun, dan sebagainya sebagai prioritas utama. Mereka juga memiliki kebutuhan yang kuat akan aturan dan keteraturan. Manajer diharapkan memberikan instruksi/perintah yang jelas dan inisiatif bawahan sangat dikontrol. Pada masyarakat yang budaya penghindaran ketidakpastian rendah, ditandai dengan kesiapan yang lebih tinggi untuk mengambil risiko dan emosinya lebih kebal terhadap terjadinya perubahan. Dimensi maskulinitas vs feminisme terlihat pada hubungan antargender dan peran pekerjaan. Dalam budaya yang maskulin, masalah jenis kelamin mempertajam perbedaan dan nilai-nilai maskulinitas tradisional, seperti prestasi dan latihan kekuatan yang efektif, serta sangat tergantung pada idealisme budaya. Dalam budaya yang feminis, masalah jenis kelamin tidak begitu dibeda-bedakan. Akibatnya, wanita dan laki-laki menempati pekerjaan dan posisi yang sama. Hofstede menciptakan suatu skor indeks untuk setiap dimensi tersebut yang berkisar antara 0 sampai dengan 1000. Skor tinggi untuk individualisme yang tinggi, power distance yang tinggi, penghindaran ketidakpastian yang tinggi, dan maskulinitas yang tinggi. Ia merata-ratakan skor untuk karyawan pada negara tertentu dan menetapkan hasil skor untuk setiap negara pada suatu seri grafik. Indeks power distance berlawanan dengan dimensi individualisme (individualisme lebih rendah berimplikasi pada kolektivisme yang tinggi). Hal ini mengungkapkan bahwa negara-negara Barat yang maju, seperti AS, Kanada, dan Inggris, memiliki skor yang tinggi pada skala individualisme dan rendah untuk skala power distance. Pada kelompok negara Amerika Latin dan Asia, faktor kolektivisme lebih diutamakan daripada individualisme dan memiliki skor yang tinggi untuk skala power distance. Indeks penghindaran ketidakpastian dibandingkan dengan indeks maskulinitas. Jepang adalah negara yang disoroti sebagai negara dengan budaya dan upaya penghindaran ketidakpastiannya kuat serta maskulinitasnya tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh karyawan sepanjang hidupnya. Swedia dan Denmark ditandai sebagai negara yang memiliki upaya penghindaran ketidakpastian dan maskulinitasnya rendah.

(2) Evaluasi atas model Hofstede

Hasil-hasil yang ditunjukkan dari model Hofstede dinilai menarik untuk menjelaskan secara umum kepada kita bagaimana perbedaan di antara budaya-budaya. Banyak penemuan Hofstede yang konsisten dengan standar stereotype masyarakat Barat tentang perbedaan kebudayaan. Contohnya, penemuan bahwa masyarakat AS lebih individualistis dan egaliter daripada masyarakat Jepang (mereka memiliki power distance rendah). Bahkan, yang dewasa ini lebih individualistis dan egaliter daripada orang-orang Meksiko dapat dikatakan valid. Senada dengan itu, negara-negara Latin, seperti Kolombia dan Meksiko, menempatkan nilai-nilai maskulin pada tempat yang tinggi—mereka menyebutnya sebagai budaya machismo—daripada yang terjadi di negara-negara Nordik, yaitu Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia. Kita harus hati-hati jika membaca riset Hofstede ini karena terdapat beberapa kelemahan dalam hal-hal penting. Kelemahan-kelemahan tersebut sebagai berikut. Hofstede mengasumsikan bahwa terdapat hubungan yang seimbang antara budaya dan kebangsaan. Akan tetapi, jika dilihat sebelumnya, banyak negara yang memiliki budaya lebih dari satu. Hasil riset Hofstede tidak mendeskripsikan perbedaan ini. Riset ini mungkin terikat kultural. Kelompok riset terdiri atas orang Eropa dan Amerika. Pertanyaan yang diajukan oleh mereka kepada karyawan IBM dan analisis yang dibuat mereka atas dasar jawaban tersebut mungkin saja dipertajam oleh budaya mereka sehingga bias. Untuk itu, tidak mengejutkan bahwa hasil penelitian Hofstede dikonfirmasikan dengan stereotype Barat karena orang Barat-lah yang melaksanakan riset tersebut. Penelitian Hofstede bukan saja hanya dilaksanakan pada industri tunggal, yaitu industri komputer, tetapi juga di dalam satu perusahaan, yaitu IBM. Pada saat itu, IBM sedang memopulerkan budaya perusahaannya yang kuat dan prosedur seleksi karyawan yang dijalankannya. Itulah sebabnya mungkin saja nilai-nilai karyawan IBM berbeda dalam hal-hal penting dari nilai-nilai yang ada pada budaya tempat mereka berasal. Lebih jauh, kelas-kelas sosial tertentu (seperti pekerja-pekerja yang tidak terampil) tidak dimasukkan sebagai sampel dalam penelitian Hofstede. Pada perkembangan terakhir, hasil riset Hofstede ini sedang mulai diperbarui. Budaya bukan hal yang statis. Budaya senantiasa berubah seiring dengan waktu walaupun lambat. Apa yang menjadi karakteristik dan terjadi pada tahun 1960-an dan 1970-an dapat saja tidak rasional lagi pada saat ini. Bagaimanapun hasil riset Hofstede merupakan suatu awal baru bagi manajer untuk mencoba menggambarkan bagaimana budaya berbeda dan apa maknanya bagi praktik manajemen.

G) Perubahan Budaya

Budaya berubah sepanjang waktu walaupun perubahan di dalam sistem nilai akan berjalan lambat dan menyakitkan bagi suatu masyarakat. Sebagai contoh, pada tahun 1960-an nilai-nilai masyarakat AS tentang peranan wanita, cinta, seks, dan perkawinan berubah secara signifikan. Banyak perubahan sosial pada masa tersebut merefleksikan perubahan budayanya. Sejalan dengan hal tersebut, dewasa ini sistem nilai pada eks negara-negara komunis, seperti Rusia, sedang mengalami perubahan. Mereka tengah meninggalkan nilai-nilai yang menekankan pada kolektivisme dan bergeser untuk menekankan pada individualisme. Perubahan sosial adalah sebuah hasil yang biasa pada proses ini. Beberapa pernyataan menggambarkan bahwa perubahan budaya yang besar tengah terjadi di Jepang, yaitu bergerak menuju individualisme. Model pekerja kantor atau orang upahan berkebangsaan Jepang digambarkan sangat loyal kepada pimpinan dan organisasi. Mereka tidak menghiraukan sore, akhir pekan, atau liburan untuk bekerja demi organisasi dan ini merupakan nilai kolektif dari ia selaku anggota. Bagaimanapun, generasi baru dari pekerja kantor tidak sesuai lagi dengan model tersebut. Generasi baru dewasa ini cenderung lebih individual. Fokus manajemen meninjau pengaruh budaya Jepang yang terjadi di Hitachi. Kasus Hitachi menggambarkan dua kekuatan yang terjadi dalam perubahan budaya, yaitu kemajuan ekonomi dan globalisasi. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut dapat menjadi faktor penting dalam perubahan budaya dalam masyarakat. Sebagai contoh, terdapat bukti bahwa kemajuan ekonomi dibarengi dengan perubahan-perubahan nilai kemasyarakatan yang meninggalkan kolektivisme menuju individualisme. Jadi, seiring dengan Jepang yang menjadi lebih kaya, budaya yang menekankan pada kolektivisme juga menurun dan individualisme semakin merebak. Jika Hitachi dijadikan contoh, suatu alasan yang melatarbelakangi perubahan ini adalah dalam masyarakat yang lebih kaya, kebutuhan sosial dan dukungan yang didasarkan pada kolektivisme akan lebih sedikit. Hal ini karena kolektivisme adalah kebutuhan keluarga besar atau perusahaan yang paternalistis. Orang-orang lebih baik memedulikan kebutuhannya sendiri. Akibatnya, kepentingan akan kolektivisme menurun, sedangkan kebebasan ekonomi yang semakin besar menyebabkan meningkatnya peluang untuk mengekspresikan individualismenya. Budaya masyarakat juga dapat berubah seiring dengan masyarakat yang menjadi lebih kaya karena kemajuan ekonomi memengaruhi sejumlah faktor lain. Hal ini berpengaruh terhadap budaya. Sebagai contoh, peningkatan urbanisasi dan peningkatan dalam kualitas serta ketersediaan pendidikan merupakan fungsi dari kemajuan ekonomi. Keduanya menyebabkan menurunnya penekanan dalam nilai-nilai tradisional yang dihubungkan dengan masyarakat perdesaan yang miskin. Dapat dikemukakan bahwa kemajuan transportasi dan teknologi komunikasi, peningkatan dramatis dalam perdagangan barang dan jasa sejak PD II, serta munculnya perusahaan-perusahaan global menciptakan kondisi integrasi budaya. Adanya McDonald's di Cina, Levi's di India, Sony Walkman di Afrika Selatan, dan MTV di mana-mana menyokong penyebaran budaya kaum muda di seluruh dunia. Seseorang dapat berpendapat bahwa kondisi tersebut telah menyebabkan berkurangnya variasi budaya. Pada waktu yang sama, seseorang seharusnya tidak mengabaikan kecenderungan yang terjadi, seperti perubahan dalam fundamentalisme Islam pada beberapa negara Islam; pergerakan separatis di Quebec, Kanada; atau gerakan separatis yang tak kunjung henti di Rusia. Dengan terjadinya kecenderungan tersebut, muncul reaksi untuk menekan penyebaran budaya yang telah kita diskusikan di sini. Dengan meningkatnya homogenitas dan dunia materialistis, beberapa masyarakat mencoba menekankan kembali akar budaya dan keunikan mereka.

H) Pemahaman tentang silang budaya

Pada awalnya, suatu bahaya besar yang dihadapi perusahaan yang beroperasi di luar negeri adalah kurangnya informasi. Bisnis internasional yang kekurangan informasi tentang praktik budaya yang terjadi di negara lain sulit diramalkan keberhasilannya. Melaksanakan bisnis pada budaya yang berbeda memerlukan adaptasi untuk penyesuaian dengan nilai, sistem, dan norma yang berlaku pada masyarakat tersebut. Adaptasi dapat mencakup seluruh aspek dari operasi internasional perusahaan di luar negeri. Bagaimana perjanjian dinegosiasikan, sistem pembayaran yang sesuai dengan tenaga penjual, struktur organisasi, nama produk, hubungan antara manajemen dan karyawan, cara-cara mempromosikan produk, dan sebagainya dinilai sangat sensitif terhadap masalah perbedaan budaya. Sebagaimana kita lihat pada kasus Euro-Disney, aturan yang berlaku pada satu budaya mungkin tidak berlaku pada budaya lain. Untuk mengatasi kelemahan akibat kekurangan informasi, bisnis internasional sebaiknya mempertimbangkan mempekerjakan penduduk setempat untuk menolong mereka menjalankan bisnis dengan latar belakang budaya tertentu. Mereka juga harus yakin bahwa para eksekutif dari negara asal harus cukup cosmopolitan. Caranya dengan mentransfer eksekutif ke mancanegara secara berkala sehingga mereka memperoleh pengalaman dengan budaya yang berbeda. Saat ini, Hitachi melakukan pendekatan tersebut, yaitu mengubah perusahaan menjadi perusahaan global. Sebuah bisnis internasional harus pula secara konstan mempertahankan diri dari bahaya perilaku etnosentris. Etnosentris adalah keyakinan akan superioritas suatu kelompok etnik atau budaya secara berlebihan. Hal yang berkaitan dengan etnorisme akan menimbulkan kecenderungan untuk mengabaikan budaya negara lain. Sayangnya, etnosentrisme sering terjadi—banyak orang AS melakukan hal itu—sebagaimana juga dilakukan oleh kebanyakan orang Prancis, orang Jepang, orang Inggris, dan sebagainya. Etnosentris merupakan bagian dari kenyataan hidup sehingga bisnis internasional harus dapat mengatasinya secara berkesinambungan.

I) Budaya dan keunggulan bersaing

Secara sederhana, sistem nilai dan norma suatu negara memengaruhi biaya dalam menjalankan bisnis di negara tersebut. Biaya untuk menjalankan bisnis yang didasarkan pada budaya di suatu negara memengaruhi kemampuan perusahaan untuk memantapkan keunggulan bersaing di pasar global. Sebagai contoh, kita telah melihat bagaimana sikap terhadap kerja sama antara manajemen dan karyawan dalam menangani pekerjaan dan dalam pembayaran bunga dipengaruhi oleh struktur sosial dan agama. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa konflik berdasarkan kelas antara pekerja dan manajemen yang kita temukan pada masyarakat Inggris sejauh ini menyebabkan gangguan industrial. Menjalankan bisnis pada kondisi budaya semacam itu akan menyebabkan peningkatan biaya. Lain halnya dengan perusahaan Jepang yang memerlukan identifikasi kelompok untuk meminimalisasi konflik antara manajemen dan karyawan. Etika Hindu juga kurang mendukung kapitalisme sebagaimana Protestanisme dan Konfusianisme. Kita juga dihadapkan pada kemungkinan adanya hambatan untuk negara-negara Islam. Mereka memiliki keunggulan bersaing jika dikaitkan dengan sistem perbankan yang bermuatan hukum Islam, khususnya berkaitan dengan pembayaran bunga. Jepang memberikan contoh menarik kepada kita tentang bagaimana budaya dapat memengaruhi keunggulan bersaing. Dapat dijelaskan bahwa budaya modern Jepang secara relatif telah mengurangi biaya untuk menjalankan bisnis di negara-negara Barat. Penekanan diletakkan pada afiliasi kelompok, kesetiaan, pembagian kewajiban, kejujuran, dan pendidikan. Seluruhnya meningkatkan keunggulan bersaing perusahaanperusahaan Jepang. Penekanan pada afiliasi kelompok dan kesetiaan mendukung individu untuk mengidentifikasi perusahaan tempat mereka bekerja secara kuat. Berkaitan dengan hal tersebut, hal ini cenderung meningkatkan suatu etos kerja dan kerja sama antara manajer dan karyawan demi tercapainya perusahaan yang baik. Senada dengan hal tersebut, konsep pembagian kewajiban dan kejujuran membantu menciptakan atmosfer kepercayaan antara perusahaan dan pemasoknya. Hal ini mendukung mereka untuk saling memasuki hubungan jangka panjang dalam mencapai reduksi persediaan, pengawasan kualitas (QC), dan desain yang keseluruhannya meningkatkan tercapainya keunggulan bersaing perusahaan. Tingkat kerja sama, seperti yang digambarkan tersebut, sangat jarang terjadi di negara- negara Barat. Hubungan antara perusahaan dan para pemasoknya cenderung merupakan hubungan jangka pendek. Selain itu, ketersediaan tenaga kerja yang berketerampilan tinggi, khususnya para insinyur, telah membuat perusahaan-perusahaan Jepang mengembangkan sejumlah inovasi pengurangan biaya yang mendorong peningkatan produksivitas mereka. Dengan demikian, faktor budaya dapat menolong menjelaskan keunggulan bersaing yang kini telah dinikmati oleh banyak pelaku bisnis Jepang sebagai super power pasar global. Tentu saja, munculnya Jepang sebagai super power ekonomi pada pertengahan abad ke-20 merupakan tanda dari konsekuensi ekonomi dari budaya yang dimilikinya. Untuk bisnis internasional, hubungan antara budaya dan keunggulan kompetitif dinilai penting. Ada dua hal yang menjadi alasan tersebut sebagai berikut. (1) Hubungan menganjurkan negara mana yang tampaknya paling memungkinkan menjadi kompetitor. Sebagai contoh, perusahaanperusahaan AS akan melihat pertumbuhan berkelanjutan yang agresif dan biaya yang efisien dari para pesaing yang berasal dari negara-negara Pasifik tempat ditemukan kombinasi antarekonomi pasar bebas, ideologi konfusianis, struktur sosial yang berorientasi kelompok, dan sistem pendidikan yang unggul (Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan Cina). (2) Hubungan budaya dan keunggulan bersaing memiliki implikasi penting untuk memilih negara-negara sebagai lokasi produksi dan menjalankan bisnis. Pertimbangkan kasus hipotetik ketika sebuah perusahaan memilih antara dua negara, A dan B, untuk menetapkan lokasi suatu fasilitas produksi. Kedua negara ditandai dengan rendahnya biaya tenaga kerja dan akses yang baik di pasar dunia. Kedua negara memiliki populasi yang relatif sama dan dewasa ini keduanya juga memiliki tingkat pembangunan ekonomi yang sama. Di negara A, sistem pendidikan belum berkembang; masyarakatnya ditandai dengan adanya perbedaan stratifikasi antara kelas atas dan kelas bawah; agama yang dominan menekankan pentingnya reinkarnasi; dan terdapat tiga kelompok bahasa (linguistic) yang utama. Di negara B, sistem pendidikan berkembang cukup baik; stratifikasi sosial cenderung tidak ada; identifikasi kelompok merupakan nilai yang dianut oleh budaya mereka; agama yang dominan menekankan pentingnya kerja keras; dan hanya terdapat satu kelompok bahasa (linguistic). Negara manakah yang memberikan gambaran sebagai tempat investasi yang lebih baik, negara A atau B? Jawabannya adalah negara B karena negara B lebih mendukung model produksi kapitalisme dan harmonisasi sosial, sedangkan budaya A tidak demikian. Di negara A, konflik antara manajemen dan karyawan serta antara kelompok bahasa yang berbeda berpotensi mengganggu industri. Ini berarti meningkatkan biaya bisnis. Lemahnya sistem pendidikan dan dominasi agama utama yang menekankan pada perilaku sebagai cara untuk mencapai keberhasilan di kehidupan berikutnya berpotensi untuk tidak mendukung pencapaian tujuan bisnis. Perbandingan yang sama dapat dibuat untuk sebuah bisnis internasional yang mencoba memutuskan negara mana yang mendorong produksi, negara A atau B? Lagi-lagi negara B merupakan pilihan yang logis karena faktor budaya menggambarkan bahwa dalam jangka panjang, negara B adalah negara yang berpotensi mencapai tingkatan pertumbuhan ekonomi terbaik. Sebaliknya, budaya negara A kemungkinan terjadi stagnasi ekonomi (Rusdin, 2002).

C. Implikasi Perbedaan Ekonomi, Politik, Dan Budaya Pada Bisnis Internasional

1. Perbedaan Ekonomi dan Politik: Implikasinya pada Bisnis Internasional

Demokrasi dan pasar bebas mempunyai dampak yang sangat besar untuk bisnis walaupun selama 50 tahun terakhir ini bisnis dikuasai oleh negara Barat dan sekarang mulai terjadi perubahan. Beberapa negara di Eropa Timur, Amerika Latin, Afrika, dan Asia masih ada yang belum berkembang dan miskin, tetapi mereka merupakan pasar potensial yang sangat besar. Dengan populasi 1,2 miliar, pasar Cina dengan sendirinya menjadi pasar potensial terbesar dibandingkan negara-negara kolonial, Eropa, dan Jepang. Begitu juga dengan India yang mempunyai penduduk 930 juta. Ia merupakan pasar potensial yang besar di masa yang akan datang. Di Amerika Latin, terdapat 400 juta lainnya yang merupakan konsumen potensial. Bagaimanapun, pasar potensial yang besar mengandung risiko. Dengan menganut paham demokrasi yang baru di Eropa Timur, mereka menyatakan keinginannya untuk pindah ke sistem ekonomi pasar bebas yang setelah lebih dari lima tahun dikuasai oleh komunis yang pada akhirnya mengalami keruntuhan. Pada waktu itu, terdapat perencanaan perekonomian terpusat, kontrol harga yang berlebihan, pasar yang miskin, dan profit yang menurun sehingga membutuhkan suatu hukum dalam melakukan transaksi bisnis yang didanai oleh negara Barat.

A. Aplikasi Bisnis

Implikasi materi dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, politik ekonomi dan lingkungan legal suatu negara memengaruhi daya tarik suatu negara sebagai pasar atau tempat investasi. Manfaat dan biaya risiko timbul akibat adanya bisnis di suatu negara yang merupakan sebagian fungsi politik, ekonomi, dan sistem legal suatu negara. Kedua, politik ekonomi dan sistem legal suatu negara dapat menimbulkan persoalan etika yang mempunyai implikasi untuk bisnis internasional.

B. Daya tarik

Ketertarikan pasar di suatu negara atau tempat investasi ditanamkan bergantung pada keseimbangan antara profit jangka panjang sebagai hasil kegiatan bisnis serta biaya dan risiko yang ada di negara tersebut. Selanjutnya, mengenai benefit, biaya, dan risiko akan diterangkan berikut ini. Keuntungan moneter jangka panjang yang diperoleh dari bisnis di suatu negara ditentukan pada ukuran pasar, daya beli konsumen, dan kesejahteraan konsumen. Meskipun pasar sangat besar dalam hal ukuran jumlah konsumen (seperti Cina dan India), mereka mempunyai standar hidup yang rendah sehingga daya beli mereka pun menjadi terbatas, begitu juga benefit yang diperoleh terbatas.

C. Biaya

Faktor biaya dalam bisnis ditentukan oleh sejumlah faktor politik, ekonomi, dan hukum. Berdasarkan faktor politik, biaya bisnis di suatu negara akan menjadi tinggi ketika negara yang bersangkutan menganut sistem politik totaliter. Di negara totaliter, jika ingin mendirikan sebuah perusahaan, terlebih dahulu harus dikeluarkan berbagai macam biaya yang diwajibkan oleh pemerintah. Berdasarkan faktor ekonomi, biaya bisnis akan lebih tinggi pada negara terbelakang (under development country) dibandingkan negara maju karena di negara yang masih terbelakang tidak tersedia infrastruktur yang mendukung kelancaran operasional sebuah perusahaan. Dengan demikian, apabila ingin mendirikan perusahaan di negara terbelakang, harus dibuat infrastruktur yang memadai. Untuk keperluan ini, diperlukan biaya yang sangat besar. Berdasarkan faktor hukum, biaya bisnis akan lebih tinggi pada negaranegara yang menerapkan peraturan hukum yang ketat terhadap product safety, polusi lingkungan, dan product liability, seperti yang terjadi di negara AS. Biaya bisnis juga menjadi lebih besar pada negara-negara yang memiliki peraturan hukum yang lemah terhadap pelaku pencurian/pembajakan, property rights, dan intelectual property.

D. Risiko

Faktor-faktor biaya dan risiko bisnis di suatu negara juga ditentukan oleh faktor politik, ekonomi, dan hukum. Risiko politik adalah kemungkinan adanya tekanan politik yang akan menyebabkan perubahan drastis dalam lingkungan bisnis suatu negara yang dapat berakibat buruk terhadap keuntungan dan tujuan-tujuan lain dari perusahaan. Tekanan politik yang dimaksud dalam definisi di atas diakibatkan oleh kegelisahan dan kekacauan sosial. Risiko politik mempunyai empat elemen penting berikut.

  1. Diskontinuitas-diskontinuitas merupakan perubahan-perubahan drastis di dalam lingkungan bisnis.
  2. Ketidakpastian merupakan perubahan-perubahan yang sulit diantisipasi.
  3. Kekuatan-kekuatan politis merupakan hubungan-hubungan kekuatan dan otoritas dalam konteks suatu masyarakat secara luas.
  4. Dampak bisnis merupakan potensi untuk memengaruhi secara signifikan keuntungan dan tujuan-tujuan lainnya dari suatu perusahaan bisnis tertentu.
  5. Risiko politis makro (macro political risk) Risiko politis makro adalah risiko yang memengaruhi semua perusahaan asing dengan cara yang sama. Dalam analisis risiko politis makro, dilakukan telaah terhadap keputusan politis besar yang mungkin memengaruhi semua perusahaan di sebuah negara tertentu. Contohnya adalah pemboikotan politis.
  6. Risiko politis mikro (micro political risk) Risiko politis mikro adalah risiko yang memengaruhi sektor-sektor tertentu dari perekonomian atau usaha tertentu. Dalam analisis risiko politik mikro, dilakukan telaah terhadap kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan pemerintah yang memengaruhi berbagai sektor tertentu dari perekonomian atau bisnis asing tertentu di sebuah negara. Risiko ini biasanya akibat dari kebijakan dan tindakan pemerintah dalam bentuk regulasi industri, pajak-pajak atas jenis usaha tertentu, dan undang-undang lokal. Risiko ekonomi muncul dari kesalahan manajemen yang dilakukan oleh pemerintah di negara tersebut. Risiko ekonomi dapat didefinisikan sebagai kemungkinan mismanagement economic yang akan menyebabkan perubahan drastis dalam lingkungan bisnis suatu negara yang membawa pengaruh buruk terhadap keuntungan dan tujuan lain dari perusahaan. Risiko ekonomi tidak bisa dilepaskan dari risiko politik. Kesalahan manajemen ekonomi menimbulkan munculnya social unrest dan risiko politik yang lain. Salah satu indikator yang visible untuk mengamati terjadinya mismanagement di suatu negara adalah melihat tingkat inflasi. Risiko legal muncul ketika sistem hukum di suatu negara gagal untuk menyediakan jaminan keamanan dan perlindungan terhadap hak kepemilikan. Risiko hukum dapat didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa partner usaha akan memutuskan kontrak atau mengambil alih hak kepemilikan. Ketika sistem hukum di suatu negara lemah tidak akan ada perusahaan internasional yang mengadakan kontrak jangka panjang atas persetujuan joint venture (Rusdin, 2002).

2. Perbedaan Budaya-Agama: Implikasi Dalam Perekonomiannya Bisnis Internasional Berbeda Dengan Bisnis Domestik Karena Negara-

negara dan masyarakatnya memang berbeda. Masyarakat berbeda karena kebudayaan mereka memang berbeda. Budaya mereka berbeda karena pemahaman yang berbeda dalam struktur sosial, agama, bahasa, pendidikan, filosofi ekonomi, dan filosofi politik. Dua implikasi penting dalam bisnis internasional muncul dari perbedaan-perbedaan ini. Pertama adalah kebutuhan untuk mengembangkan pemahaman tentang silang budaya. Pada dasarnya, terdapat kebutuhan, bukan hanya untuk memahami perbedaan budaya yang ada, melainkan juga apa makna perbedaan tersebut untuk praktik bisnis internasional. Implikasi kedua terpusat pada hubungan di antara budaya, biaya untuk menjalankan bisnis di suatu negara, dan keunggulan bersaing nasional. Pada bagian ini, kita akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan isu-isu tersebut secara teperinci. Dalam hal ini, kita akan mengkaji implikasi perbedaan budaya terhadap bisnis dari sisi nilai-nilai agama.

a. Implikasi dalam perekonomian: etika kerja Hindu

Max Weber berpendapat bahwa untuk mencapai kebatinan atau rohani, terdapat dalam prinsip-prinsip pendeta Hindu yang melekat dalam Hinduisme, yaitu tidak dianjurkannya segala macam kegiatan wirausaha, seperti yang ditemukan dalam Protestanisme. Menurut Weber, nilai-nilai Hindu tradisional menekankan bahwa individu-individu sebaiknya tidak menilai pada pencapaian material, tetapi diharapkan penilaian terhadap pencapaian rohani. Hindu menerima bahwa pengejaran material akan membuat seseorang sukar mencapai nirwana. Mahatma Ghandi, seorang pemimpin nasionalis dan pemimpin spiritual India, berpendapat bahwa nilai-nilai ajaran pendeta Hindu dan kepercayaan terhadap diri sendiri yang Ghandi ajarkan memiliki suatu dampak negatif dalam pembangunan ekonomi setelah kemerdekaan India. Saat ini, berjuta- juta pengusaha India bekerja keras. Mereka adalah tulang punggung bagi perekonomian India yang tumbuh dan berkembang secara cepat. Ajaran Hindu mendukung sistem kasta di India. Individu dapat terlahir kembali dengan kasta yang lebih tinggi pada kehidupan yang akan datang apabila individu tersebut mencapai pembangunan spiritual di kehidupan saat ini. Lebih jauh, sistem kasta membatasi kesempatan-kesempatan seseorang dan sebaliknya kemampuan individu untuk mengangkat kedudukannya dari tanggung jawab dan pengaruh di masyarakat, konsekuensi dari kepercayaaan itu menjadi negatif. Sebagai contoh, dalam organisasi bisnis, banyak individu yang memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dalam organisasi. Akan tetapi, karena alasan mereka berasal dari kasta yang lebih rendah, mereka tidak dapat dipromosikan. Promosi dapat dilakukan hanya karena latar belakang kasta daripada kemampuan yang dimiliki seseorang.

b. Implikasi dalam perekonomian: etika kerja Buddha

Ajaran Buddha tidak mendukung sistem kasta, kebalikan dari ajaran Hindu yang mendukung sistem kasta. Namun demikian, ada persamaannya. Kedua ajaran tersebut menekankan pada kehidupan yang akan datang dan pencapaian kesempurnaan spiritual daripada kehidupan di dunia saat ini. Hal ini disebabkan bahwa pengutamaan dalam mencari (menciptakan) kekayaan yang ditekankan oleh ajaran Protestan tidak ditemukan pada ajaran Buddha. Kemudian, dalam masyarakat Buddha, tidak terlihatnya persamaan budaya yang menekankan pada perilaku wirausaha seperti yang terlihat di kalangan Protestan Barat. Perbedaan lainnya dengan ajaran Hindu adalah perilaku pendeta secara tegas dalam ajaran Buddha yang menyarankan bahwa suatu masyarakat yang Buddhis dapat menampilkan kembali pemikiran-pemikiran yang cemerlang sebagai dasar aktivitas wirausaha dibandingkan ajaran Hindu.

c. Implikasi dalam perekonomian: etika kerja Konghucu

Ajaran Konghucu ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan implikasinya terhadap ekonomi yang pengaruhnya sama besar dengan ajaran Protestan walaupun terdapat perbedaan mendasar. Adapun nilai pokok dalam sistem etika dari ajaran ini yang memengaruhi kegiatan bisnis (ekonomi) adalah kesetiaan (loyalty), kewajiban timbal balik (reciprocal obligation), dan kejujuran (honesty) dalam persetujuan dengan yang lain. Dalam pemikiran Konghucu, pertama loyalitas dipandang suatu tugas atau kewajiban mulia dan mutlak yang sangat diperlukan dalam keselamatan keagamaan. Dalam organisasi modern yang berdasarkan budaya Confucian, adanya keterkaitan antara kesetiaan dan keterikatan karyawan dengan pimpinannya dalam organisasi yang tecermin dalam rendahnya konflik antara pihak manajemen dan pekerja. Kerja sama antara pihak manajemen dengan pekerja ini dapat memberikan keunggulan pada biaya rendah dalam suatu budaya yang sifat kesetiaan ini ditekankan dalam sistem nilai. Namun, kesetiaan pekerja ini bukanlah suatu kesetiaan yang "buta". Kedua, konsep kewajiban timbal balik ini akan datang bersamaan. Sebagai contoh, di organisasi Jepang, etik Konghucu ini diperlihatkan dalam konsep waktu bekerja. Para pekerja di suatu perusahaan Jepang akan setia kepada pimpinannya. Sebaliknya, pimpinan tersebut akan memberikan berkat kepada mereka pada waktu bekerja. Sedikitnya mobilitas antara perusahaan secara tidak langsung diperlihatkan oleh sistem waktu bekerja dengan menyarankan bahwa pada tahun berikutnya, para manajer dan pekerja membangun (menambah) pengetahuan, pengalaman, dan hubungan kerja sama dari kontak bisnis interpersonal. Ini akan membantu mereka mencapai kinerja yang lebih baik dan secara komulatif akan meningkatkan kinerja perusahaan. Ketiga, pemikiran-pemikiran Confician menekankan pada perbuatan yang tidak jujur dalam manfaat jangka pendek yang merupakan pelanggaran. Dalam jangka panjang, ketidakjujuran tidak akan dibayar. Pentingnya menekankan kejujuran memiliki implikasi ekonomi yang luas.

d. Implikasi dalam perekonomian: etika kerja Islam

Terdapat beberapa prinsip ekonomi secara eksplisit terdapat dalam Alquran dan hadis. Prinsip-prinsip ekonomi tersebut antara lain memotivasi penganut Islam agar bekerja keras, jujur, adil, dan condong pada perdagangan bebas. Alquran mendukung kebebasaan berusaha dan mengesahkan perolehan keuntungan melalui berdagang (Nabi Muhammad juga seorang pedagang). Perlindungan terhadap hak kepemilikan pribadi/swasta juga ditekankan di dalam Islam walaupun Islam menganggap semuanya adalah milik Allah SWT, (Tuhan) yang menciptakan dan memiliki segalanya. Dalam pengertian ini, orang yang memiliki harta dianggap sebagai orang yang menerima titipan Allah. Mereka yang memiliki kekayaan harus menggunakan secara wajar dan tidak untuk berfoya-foya. Mereka diminta agar menggunakan harta tersebut secara produktif dan jangan boros karena boros itu teman setan. Hal ini mencerminkan perhatian Islam terhadap keadilan sosial. Islam mencela mereka yang mendapatkan keuntungan melalui eksploitasi terhadap pihak lain. Di dalam Islam, manusia merupakan bagian dari sebuah kebersamaan. Mereka yang kaya dan sukses mempunyai kewajiban untuk menolong yang tidak beruntung melalui sistem ZIS (zakat, infak, dan sedekah). Secara sederhana, di negara-negara muslim, diperbolehkan mendapatkan keuntungan sepanjang keuntungan tersebut bukan atas dasar eksploitasi orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Orang Islam melakukan ekspansi bisnis/industri bukan untuk menumpuk kekayaan sendiri, tetapi harus dalam rangka memberi pekerjaan, pemerataan pendapatan, kemudian menyisihkannya untuk ZIS. Selanjutnya, Islam menekankan pentingnya memegang teguh janji dan menjauhkan diri dari aspek penipuan. Jadi, dituntut selalu jujur, seperti dicontohkan Nabi Muhammad waktu beliau menjadi pedagang. Muhammad berdagang bersama kaum Quraisy ke daerah Syria, sebelah utara Makkah dan ke daerah Yaman, sebelah selatan Makkah. Pada umumnya, sebuah bagian dari kritik fundamentalis, negara-negara Islam kemungkinan mau menerima bisnis internasional sepanjang bisnis ini mempunyai cara yang tidak bertentangan dengan etika Islam. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam menaruh perhatian khusus tentang larangan terhadap pembayaran atau penerimaan bunga berlipat ganda karena dikategorikan sebagai riba. Namun, hal ini masih merupakan perdebatan (khilafiyah) antara kaum muslim Indonesia karena masing-masing memiliki penafsiran yang berbeda. Pelaku riba diancam akan dimasukkan ke dalam api neraka: pemberi dan penerima sama-sama dikutuk. Ini tidak hanya sebuah masalah teologi. Dalam beberapa ketetapan, hal ini menjadi masalah hukum. Sebagai contoh, pada tahun 1992, pengadilan syariah federal Pakistan sebagai perumus hukum Islam tertinggi di negara tersebut mengumumkan bunga menjadi sesuatu yang tidak Islami dan ilegal (Rusdin, 2002).

D. Bisnis Global Dan Budaya Lokal Pendalaman Materi

Globalisasi ekonomi dan bisnis nasional telah berpengaruh besar pada aliran modal, teknologi, dan perdagangan. Namun, globalisasi ini juga berdampak besar pada nilai-nilai nasional, proses berpikir, serta bertindak orang, organisasi, dan lembaga. Perusahaan raksasa makanan cepat saji AS McDonald's merupakan contoh dramatis mengenai bagaimana suatu perusahaan yang menjalankan bisnis di seluruh dunia bisa mendapatkan dampak tradisi budaya lokal yang tampaknya sama sekali tidak berkaitan dengan produk utama mereka, makanan cepat saji. Perusahaan ini juga merupakan contoh utama mengenai bagaimana suatu perusahaan dapat berpikir global dan bertindak lokal. Di beberapa negara, paling tidak di antara generasi muda, McDonald's dianggap sebagai perusahaan lokal. Di negaranegara tersebut, McDonald's telah terserap ke dalam komunitas lokal dan berasimilasi. McDonald's tidak lagi dianggap sebagai restoran asing. Dalam banyak cara, McDonald's tidak lagi berfungsi sebagai restoran asing. Perusahaan ini lebih dari sekadar globalisasi hamburger. Ia juga mengubah budaya. McDonald's membuka restoran pertamanya di Des Plaines, Illnois, pada tahun 1955. Saat ini, perusahaan mengoperasikan lebih dari 22.000 restoran di 109 negara di lima benua. McDonald's mulai berekspansi secara internasional pertama kali pada tahun 1967 dengan membuka restoran di Kanada dan Puerto Riko (Sadono, 2003).

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

  1. Jelaskan dan berikan contoh pengaruh perbedaan lingkungan budaya suatu negara terhadap aktivitas bisnis internasional serta penyesuaiannya!
  2. Jelaskan implikasi bisnis berdasarkan etika kerja Islam serta berikan contoh aplikasinya! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Pahami bahasan halaman 4.25—4.48.
  3. Pahami bahasan halaman 4.54—4.55.

Rangkuman

Sebuah perusahaan domestik haruslah mengikuti hukum dan budaya pada negaranya. Bisnis internasional menghadapi tugas yang sangat kompleks tempat perusahaan harus mematuhi peraturan hukum yang berlaku tidak hanya di negaranya, tetapi juga di negara lainnya. Hukum di negara-negara tersebut dapat memengaruhi perusahaan-perusahaan dalam memproduksi barang-barangnya. Peraturan-peraturan - ini menentukan pasar. Di pasar tersebut. perusahaan dapat ambil bagian, harga ditetapkan, serta ada biaya keperluan, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi. Peraturan hukum juga dapat memengaruhi lokasi aktivitas ekonomi. Sebagai contoh, perusahaan jasa internet telah memilih memusatkan operasi mereka di luar Cina karena peraturan yang dibuat oleh pemerintah tersebut. Jelas, adanya hubungan nyata antarbudaya dengan biaya-biaya yang ditimbulkan dalam praktik bisnis pada suatu bangsa/negara. Faktorfaktor budaya ini dapat membantu perusahaan-perusahaan mencapai keunggulan kompetitif. Bangsa atau perusahaan yang warga negaranya atau anggotanya memiliki kompetisi budaya tinggi dalam kesamaan segala hal akan memperoleh keuntungan dalam persaingan ini. Tuntutan dari gerakan yang terus mengarah ke pasar global dan perdagangan lintas perbatasan yang semakin berkembang menyebabkan terbentuknya berbagai kemajuan teknologi yang mengagumkan di bidang komunikasi dan transportasi sehingga kebudayaan-kebudayaan dunia semakin berinteraksi satu sama lain.

TES FORMATIF 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

  1. Ketertarikan pasar di suatu negara atau tempat investasi ditanamkan bergantung pada keseimbangan antara profit jangka panjang dengan .... A. biaya dan risiko B. biaya dan ukuran pasar C. daya beli konsumen D. kesejahteraan konsumen
  2. Berdasarkan faktor politik, biaya bisnis di suatu negara akan menjadi tinggi ketika negara yang bersangkutan menganut sistem politik .... A. demokrasi B. sosialis C. komunis D. totaliter
  3. Risiko yang mengakibat kebijakan dan tindakan pemerintah dalam bentuk regulasi industri, pajak-pajak atas jenis usaha tertentu, dan undang-undang lokal merupakan .... A. risiko legal B. risiko ekonomi C. risiko politis mikro D. risiko politis makro
  4. Keuntungan moneter jangka panjang yang diperoleh dari pasar sangat besar dalam jumlah konsumen, tetapi mereka mempunyai standar hidup yang rendah dan daya beli terbatas. Maka itu, benefit yang diperoleh terbatas. Hal ini merupakan risiko investasi di negara .... A. India B. Indonesia C. Australia D. Jepang
  5. Berdasarkan faktor ekonomi, biaya bisnis akan lebih tinggi pada negara terbelakang karena .... A. pajak yang tinggi B. tekanan politik penguasa C. tenaga kerja berpendidikan rendah D. membuat infrastruktur
  6. Risiko politis memunyai empat elemen penting berikut, kecuali .... A. diskontinuitas B. ketidakpastian C. kekuatan politis D. risiko politis
  7. Dampak bisnis merupakan potensi untuk memengaruhi secara signifikan atas keuntungan dan tujuan-tujuan lainnya dari suatu perusahaan bisnis tertentu. Hal tersebut merupakan salah satu dari elemen .... A. risiko bisnis B. risiko politis C. risiko ekonomi D. risiko legal
  8. Risiko ekonomi dapat menyebabkan perubahan drastis dalam lingkungan bisnis suatu negara yang membawa pengaruh buruk terhadap keuntungan perusahaan karena .... A. mismanagement economic B. mismanagement social C. micro political risk D. social unres
  9. Nilai-nilai pokok ajaran Konghucu dalam sistem etika kegiatan bisnis sebagai berikut, kecuali .... A. loyalty B. reciprocal obligation C. honesty D. profit oriented
  10. Salah satu prinsip ekonomi yang secara eksplisit disebutkan dalam Alquran dan hadis adalah .... A. perdagangan bebas B. hak kepemilikan pribadi C. mengesahkan perolehan keuntungan D. penerimaan bunga atas modal

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini.

Glosarium

Join venture: kerja sama beberapa pihak untuk menyelenggarakan usaha bersama dalam jangka waktu tertentu. Biasanya, kerja sama berakhir setelah tujuan selesai atau pekerjaan selesai. Kelompok sosial: kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggita masyarakat. Kelompok juga dapat memengaruhi perilaku para anggotanya. Legal tradition: sebagai sekumpulan sikap yang telah mengakar kuat dan terkondisikan secara historis terhadap hakikat hukum serta aturan hukum dalam masyarakat, ideologi politik, organisasi, dan penyelenggaraan sistem hukum. Sistem budaya: wujud yang abstrak dari kebudayaan. Sistem budaya atau cultural system merupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Gagasan tersebut tidak dalam keadaan lepas satu dari yang lainnya, tetapi selalu berkaitan dan menjadi suatu sistem. Dengan demikian, sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang diartikan pula adat istiadat yang mecakup sistem nilai budaya, sistem norma, dan norma-norma menurut pranata-pranata yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan, termasuk norma agama.

Daftar Pustaka

Elashmawi, Farid, dan Philip R. Harris. 1998. Multicultural Management 2000: Essential Cultural Insights For Globall Business Success (Managing Cultural Diffferences). Texas: Gulf Professional Publishing. Firman. 2006. Modul Bisnis Internasional. Jakarta: Universitas Terbuka. Rugman, Alan M., dan Richard M. Hodgetts. 1995. International Business: A Strategic Management Approach. New York: McGraw-Hill, Inc. Rusdin. 2002. Bisnis Internasional dalam Pendekatan Praktek. Bandung: Alfabeta Sadono, Sukirno. 2003. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.