Risiko Audit dan Materialitas Audit – Materi Terbaru – 1

Pengertian Risiko Audit

Risiko adalah segala hal yang akan terjadi di masa depan yang berkemungkinan akan mengganggu jalannya kegiatan untuk mencapai tujuan dari organisasi. Dalam audit, risiko audit dapat diartikan sebagai risiko yang dihadapi auditor yang berkemungkinan menghambat/menghalangi auditor untuk mencapai tujuan audit yaitu memberikan opini yang benar sesuai dengan kondisi riil entitas yang diperiksa.

Auditor menerima beberapa tingkat risiko atau ketidakpastian dalam melaksanakan fungsi audit. misalnya, auditor mengakui ketidakpastian yang melekat tentang ketetapan bukti, ketidakpastian tentang keefektifan pengendalian internal klien, serta ketidakpastian apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar ketika audit selesai dilaksanakan.

Auditor yang efektif akan mengakui bahwa memang ada risiko dan akan menangani risiko dengan cara yang tepat. Sebagian besar risiko yang dihadapi auditor sulit diukur serta membutuhkan pertimbangan yang cermat sebelum auditor dapat  merespon dengan tepat. Respon atas risiko dengan baik sangat menentukan dalam mencapai audit yang bermutu tinggi.

Risiko Audit

Ilustrasi perbedaan bukti antar siklus

Risiko Audit
Risiko Audit

Secara sederhana, risiko audit digambarkan sebagai risiko yang ditemui oleh auditor yang akan mengganggu jalannya audit sejak tahapan perencanaan, hingga selesainya tahapan pelaporan. Risiko audit adalah hal yang pasti dihadapi oleh auditor, sehingga auditor perlu melakukan manajemen risiko atas kemungkinan yang dapat terjadi nantinya. Dalam melakukan manajemen dan penilaian risiko, auditor merumuskan risiko dalam rumus sebagai berikut:

AAR = IR x CR x PDR

Dimana : AAR : Acceptable Audit Risk

IR      : Inherent Risk

CR     : Control Risk

PDR   : Planned Detection Risk

 Acceptable Audit Risk

Acceptable audit risk adalah risiko yang akan dihadapi auditor, di mana auditor berisiko salah dalam meberikan opini sesuai dengan kondiri riil dari entitas dikarenakan beberapa faktor. Besaran AAR ditetapkan oleh auditor sendiri dengan memerhatikan beberapa faktor.

  • AAR rendah diartikan bahwa auditor yakin bahwa opini yang diberikan telah sesuai dengan kondisi riil entitas
  • AAR tinggi diartikan bahwa auditor kurang yakin bahwa opini yang diberikan telah sesuai dengan kondisi riil entitas
Risiko Audit

Dalam  menilai  besar  atau  kecilnya  nilai  AAR, auditor  akan  memerhatikan  beberapa  faktor, yakni:

a) Ketergantungan pihak eksternal terhadap laporan keuangan entitas

Ketergantungan pihak eksternal terhadap laporan keuangan entitas merupakan salah satu faktor yang memengaruhi besar ataupun kecilnya AAR yang nantinya akan ditetapkan oleh auditor. Ketergantungan pihak eksternal terhadap laporan keuangan entitas menandakan bahwa keputusan pihak eksternal terhadap entitas sangat dipengaruhi oleh laporan keuangan entitas semisal investor memutuskan untuk berinvestasi atau tidak dengan menggunakan laporan keuangan entitas. Dalam audit, apabila ketergantungan pihak eksternal terhadap laporan keuangan entitas tinggi dalam artian banyak yang menggunakan laporan keuangan entitas sebagai dasar pengambilan keputusan, maka auditor akan menetapkan AAR yang rendah. Ukuran ketergantungan pihak eskternal terhadap laporan keuangan entitas dapat dilihat dari:

  • Ukuran usaha entitas

Dalam hal ini, ukuran usaha entitas dapat diartikan seberapa besar pangsa pasar dari entitas, semakin besar ukuran usaha klien maka semakin banyak pengguna laporan keuangannya.

  • Distribusi kepemilikan

Dalam hal ini, distribusi kepemilikan dapat diartikan sebagai cara entitas menawarkan kepemilikannya (go public atau closed company), apabila entitas bersifat go public maka semakin banyak pengguna laporan keuangannya.

  • Sifat dan nilai kewajiban

Dalam hal ini, sifat dan nilai kewajiban dapat diartikan seberapa besar nilai kewajiban entitas, semakin besar nilai kewajiban maka semakin banyak pengguna laporan keuangannya.

b) Kemungkinan kesulitan finansial klien setelah laporan hasil audit terbit

Dalam menilai besar atau kecilnya AAR, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan kesulitan finansial klien setelah laporan hasil audit terbit. Tujuannya adalah agar auditor dapat mempertahankan mutu laporan hasil audit sekalipun dituntut di pengadilan. Apabila auditor merasa ada kemungkinan kebangkrutan klien setelah laporan hasil audit terbit maka auditor dapat mempertimbangkan untuk menurunkan AAR. Hal ini dikarenakan agar auditor bisa meminimalisir kemungkinan salah pemberian opini yang tentunya penurunan AAR akan berimplikasi pada

pengumpulan bukti yang diperbanyak. Dalam menentukan kemungkinan kesulitan finansial, auditor akan melihat pada beberapa indikasi, yaitu:

  • Posisi likuidasi

Jika secara konsisten, klien mengalami kekuragan kas serta modal kerja, maka hal tersebut dapat mengindikasikan masalah dalam melunasi kewajiban di masa yang akan datang.

  • Laba/rugi sebelumnya

Jika perusahan mengalami penurunan laba yang cepat atau mengalami kenaikan kerugian selama beberapa tahun terakhir, maka auditor harus mengenali sejumlah masalah solvabilitas yang mungkin akan dialami klien di masa yang akan datang.

  • Metode pembiayaan

Jika klien menekankan pembiayaan dalam bentuk utang, semakin besar risiko kesulitan keuangan yang akan dihadapi klien ketika kegiatan operasi klien kurang berhasil.

  • Sifat operasi

Beberapa jenis bisnis memiliki risiko yang tinggi dibandingkan dengan bisnis lainnya. Sebagai contoh perusahaan dengan satu produk akan memiliki kemungkinan bangkrut yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan bermacam-macam produk.

  • Kompetensi manajemen

Manajemen yang kompeten akan selalu waspada terhadap potensi akan adanya kesulitan keuangan serta akan memodifikasi metode operasionalnya untuk meminimalkan berbagai pengaruh dari masalah jangka pendek.

Risiko Audit

c) Evaluasi integritas manajemen

Evaluasi atas integritas manajemen akan dijadikan pertimbangan auditor dalam menentukan besar atau kecilnya AAR. Apabila auditor merasa integritas manajemen buruk maka auditor akan menetapkan AAR yang rendah. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik dengan manajemen. Evaluasi atas integritas manajemen adalah bagian dari investigasi atas klien baru dan evaluasi tentang kesinambungan dengan klien yang telah ada. Jika klien memiliki integritas yang patut dipertanyakan, maka auditor kemungkinan besar akan menentukan tingkat AAR yang lebih rendah. Perusahaan-perusahaan dengan integritas yang rendah sering kali melaksanakan kegiatan bisnis

mereka dengan suatu tindakan yang dapat menyebabkan konflik dengan para pelanggan. Pada akhirnya, berbagai konflik ini sering kali tercermin pada pemahaman para pengguna laporan akan kualitas dari audit yang dilaksanakan, serta dapat mengakibatkan sejumlah gugatan hukum serta sejumlah ketidakpastian lainnya.

Inherent Risk

Inherent risk adalah risiko yang akan dihadapi auditor berupa munculnya salah saji yang material pada laporan keuangan dikarenakan sifat alamiah dari akun, maupun kelompok akun yang diuji. Dalam menilai besar atau kecilnya IR, auditor belum memasukkan efektif atau tidaknya Sistem Pengendalian Internal entitas. Besaran IR ditetapkan oleh auditor sendiri dengan memerhatikan bebesara faktor, yaitu:

a) Sifat bisnis klien

Dalam menentukan besar kecilnya IR, auditor harus memperoleh pemahaman yang memadai tentang entitas dan lingkungannya. Kondisi dari industri klien akan dipengaruhi oleh pengaruh eksternal (bisa berupa kondisi indursti serta pesaing) serta pengaruh internal (bisa berupa metode pencatatan yang digunakan).

b) Temuan audit dari audit sebelumnya

Dalam menentukan besar kecilnya IR, auditor akan memerhatikan temuan audit di tahun sebelumnya. Pada umumnya, salah saji atau temuan yang terjadi bersifat berulang. Hal ini dikarenakan manajemen terlambat atau tidak merespon salah saji. Apabila hal demikian terjadi maka IR akan ditetapkan oleh auditor lebih tinggi.

c) Sifat penugasan

Sifat penugasan berkaitan dengan berulangnya atau tidak berulangnya audit dalam artian audit sering dilakukan. Dalam teori audit disebutkan bahwa:

Mayoritas auditor akan menetapkan IR yang tinggi diawal penugasan dan akan diturunkan di tahun-tahun selanjutnya

Hal ini dikarenakan, apabila auditor sering melakukan audit pada entitas maka control dalam entitas akan semakin baik.

d) Pihak terkait

Dalam transaksi entitas terdapat dua pihak yang menjadi rekanan transaksi entitas, yakni:

  • Pihak independen (third party)

Merupakan pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan terutama dalam hubungan kepemilikan istimewa (investor > 25%)

  • Pihak non-independen (related parties)

Merupakan pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan terutama dalam hubungan kepemilikan istimewa (investor > 25%).

Dalam teori audit dikatakan bahwa:

Semakin banyak transaksi dengan pihak non-independen maka auditor akan menetapkan IR yang tinggi

e) Transaksi non rutin

Transaksi non rutin merupakan transaksi yang tidak umum terjadi sehingga jarang ditemukan dalam pencatatan perusahaan. Contoh transaksi non-rutin adalah extraordinary item. Dalam teori audit dikatakan bahwa:

Semakin banyak transaksi dengan yang sifatnya non rutin maka auditor akan mentepakan IR yang tinggi

Risiko Audit

Control Risk

Control Risk adalah risiko yang akan dihadapi auditor berupa munculnya salah saji yang material pada laporan keuangan dipengaruhi oleh efektif atau tidaknya Sistem Pengendalian Internal. Dalam menentukan besar atau kecilnya CR, auditor akan menilai keefektifan dari Sistem Pengendalian Internal. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui faktor yang memengaruhi besar atau kecilnya CR, yaitu:

a) Sistem Pengendalian Internal

Sistem Pengendalian Internal merupakan faktor yang memengaruhi besar atau kecilnya CR, dimana SPI akan menyebabkan CR rendah ketika SPI di design untuk mencapai tujuan entitas bisnis yakni:

  • Untuk mencapai kewajaran pelaporan keuangan
  • Untuk mencapai kepatuhan terhdap peraturan
  • Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas operasi

Planned Detection Risk

Planned Detection Risk adalah risiko yang akan dihadapi auditor berupa munculnya salah saji yang material pada laporan keuangan meskipun bukti dirasa cukup oleh auditor. Dalam menentukan besaran nilai PDR, auditor akan mempertimbangkan jumlah bukti yang dikumpulkan, apabila jumlah bukti yang dikumpulkan banyak maka auditor dapat menurunkan nilai PDR. Nilai dari PDR juda dapat ditentukan oleh auditor dengan menggunakan perhitungan:

PDR = AAR / ( IR x CR )

Dimana   : AAR      : Acceptable Audit Risk

IR          : Inherent Risk

CR        : Control Risk

PDR      : Planned Detection Risk

E.   Sistem Pengendalian Internal

Sistem Pengendalian Internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga posisi keuangan, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong keseuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau kontrol intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak berwujud (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).

Adanya sistem akuntansi yang memadai, menjadikan akuntan perusahaan dapat menyediakan informasi keuangan bagi setiap tingkatan manajemen, para pemilik atau pemegang saham, kreditur dan para pemakai laporan keuangan (stakeholder) lain yang dijadikan dasar pengambilan keputusan

ekonomi. Sistem tersebut dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Lebih rinci lagi, kebijakan dan prosedur yang digunakan secara langsung dimaksudkan untuk mencapai sasaran dan menjamin atau menyediakan laporan keuangan yang tepat serta menjamin ditaatinya atau dipatuhinya hukum dan peraturan, hal ini disebut Pengendalian Intern, atau dengan kata lain bahwa pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menyediakan informasi keuangan yang handal serta menjamin dipatuhinya hukum dan peraturan yang berlaku.

Risiko Audit

Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian intern berkaitan dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis, serta kepatuhan pada hukum dan regulasi. Pada tingkatan transaksi spesifik, pengendalian intern merujuk pada aksi yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (mis. memastikan pembayaran terhadap pihak ketiga dilakukan terhadap suatu layanan yang benar-benar dilakukan). Prosedur pengedalian intern mengurangi variasi proses dan pada gilirannya memberikan hasil yang lebih dapat diperkirakan. Pengendalian intern merupakan unsur kunci pada Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) tahun 1977 dan Sarbanes-Oxley tahun 2002 yang mengharuskan peningkatan pengendalian intern pada perusahaan- perusahaan publik Amerika Serikat.

Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO) memperkenalkan adanya lima komponen pengendalian intern yang meliputi:

a) Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi (terpusat atau ter desentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain.

Pengendalian internal vs pengendalian manajemen:

  • Pengendalian internal
    1. pengendalian manajemen terdiri dari pengendalian intern dan ekstern
    2. lebih menekankan pd tujuan perusahaan dan menghubungkan pengendallian manajemen untuk mencapai tujuan
    3. meliputi produksi, transportasi dan riset
  • Pengendalian manajemen
    1. mengendalikan terdiri dari pengendalian administratif dan pengendalian akuntansi
    2. menekankan pada pengendalian terhadap mengamankan aktiva perusahaan dengan melakukan pecatatan akuntansi memadai
    3. meliputi akuntansi meningkatkan efektivitas dan efisiensi dan taat pd hukum yang berlaku

COSO memperkenalkan lima komponen pengendalian intern sebagai pembaharuan dari pengendalian manajemen, pengendalian manajemen lebih menekankan terhadap prosedur, sementara pengendalian intern lebih menekankan peran manusia/pelaku dibandingkan serangkaian prosedur.

Risiko Audit

b.) Penilaian Risiko (Risk Assesment)

Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat di analisis dan evaluasi sehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya.

c) Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen Winnebago pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi

jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.

d) Prosedur Pengendalian (Control Activities)

Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti
  • Pelimpahan tanggung
  • Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan
  • Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan

e) Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian intern dapat di monitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pemantauan yang terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi.

Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan.

Risiko Lainnya Dalam Audit 

Risiko Audit

Risiko lainnya yang juga menjadi pertimbangan auditor dalam pelaksanaan audit yaitu:

a) Client Business Risk (CBR)

Client Business Risk adalah risiko yang akan dihadapi oleh klien terkait dengan industri dan bisnisnya. Risiko bisnis klien akan mempengaruhi auditor dalam mengumpulkan informasi selanjutnya untuk dikembangkan menjadi program audit. Risiko bisnis klien dapat menghambat tercapainya tujuan dari entitas.

b) Risk of Material Misstatement (RMM)

Risk of Material Misstatement adalah risiko munculnya salah saji yang sifatnya material yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh auditor terutama terkait dengan penentuan opini atas kewajaran pelaporan keuangan. Dalam audit salah saji dapat terjadi oleh dua hal yakni fraud maupun error.

  • Fraud

Artinya salah saji yang terjadi disebabkan karena suatu kesengajaan untuk menyembunyikan, menghilangkan, menyelewengkan, ataupun memanipulasi unsur yang ada dalam pencatatan.

  • Error

Artinya salah saji yang terjadi disebabkan karena suatu ketidaksengajaan ataupun kelalaian dalam melakukan pencatatan ataupun menjalankan unsur yang ada dalam pencatatan.

Apabila salah saji yang terjadi disebabkan oleh fraud maka auditor biasanya mendapati risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan salah saji yang terjadi disebabkan oleh error.

Materialitas

Materialitas adalah suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis laporan yang tepat untuk diterbitkan dalam situasi yang sesuai dengan kondisi riil entitas, besaran dari nilai materialitas akan sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan manajemen dan opini bagi auditor.

Materialitas adalah pertimbangan utama dalam menentukan ketepatan laporan audit yang harus dikeluarkan. Materialitas menurut FASB 2 ialah besarnya penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan seseorang yang bijaksana yang mengandalkan informasi tersebut mungkin akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut.

Risiko Audit

Menetapkan Pertimbangan Pendahuluan Tentang Materialitas

SAS 107 (AU 312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan dalam laporan keuangan yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika sedang mengembangkan strategi audit secara keseluruhan, hal ini disebut sebagai pertimbangan pendahuluan tentang materialitas (preliminary judgment about materiality).

Tujuan auditor menetapkan pertimbangan tersebut adalah untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat.

 Adapun yang disebut pertimbangan tentang materialitas yang direvisi (revised judgment about materiality) yaitu selama pelaksanaan audit, auditor seringkali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertimbangan yaitu:

  • 1. Materialitas adalah konsep yang bersifat relatif daripada absolut.
  • 2. Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas
  • 3. Faktor kualitatif (penyebab salah saji) juga mempengaruhi materialitas

Standar akuntansi dan auditing tidak menyediakan pedoman khusus tentang materialitas bagi praktisi. Pertimbangannya bahwa pedoman-pedoman semacam itu mungkin diterapkan tanpa memperhitungkan semua kompleksitas yang dapat mempengaruhi keputusan akhir auditor.

Langkah-langkah dalam menerapkan materialitas

Langkah 1

Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas

Langkah 2

Merencanakan luas pengujian

Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke segmen-segmen

Langkah 3

Mengestimasi total salah daji dalam segmen

Langkah 4

Memperkirakan salah saji gabungan

Langkah 5

Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan mpendahuluan atau yang direvisi tentang materialitas

Mengalokasikan Pertimbangan Pendahuluan Tentang Materialitas Ke Segmen Segmen (Salah Saji yang Dapat Ditoleransi)

Alokasi dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti per segmen dan bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika auditor memiliki pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk setiap segmen, pertimbangan tersebut akan membantu auditor dalam memutuskan bukti audit yang tepat yang harus dikumpulkan.

Auditor menghadapi 3 kesulitan utama dalam mengalokasikan materialitas ke akun-akun neraca:

  1. Auditor memperkirakan akun-akun tertentu yang mengandung lebih banyak salah saji dibanding akun-akun lainnya.
  2. Baik salah saji dan kurang saji harus dipertimbangkan
  3. Biaya audit relatif mempengaruhi pengalokasian ini

Dalam pengalokasian, auditor sangat memperhatikan dampak gabungan dari setiap salah saji dalam akun neraca terhadap laba operasi. Karenanya, akun aktiva yang lebih saji akan mempunyai dampak yang sama terhadap laporan laba rugi seperti kurang saji akun kewajiban. Sebaliknya misklasifikasi dalam neraca, seperti pengklasifikasian wesel bayar sebagai utang usaha, tidak akan mempengaruhi laba operasi. Oleh karena itu materialitas item-item yang tidak mempengaruhi laporan laba/rugi harus dipertimbangkan secara terpisah.

Risiko Audit

Sehingga singkatnya tujuan alokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke akun-akun neraca adalah membantu auditor memutuskan bukti yang tepat yang harus dikumpulkan bagi setiap akun dalam neraca serta laporan laba/rugi. Salah satu sasarannya ialah meminimalkan biaya audit tanpa mengorbankan mutu audit.

Tingkatan Materialitas

Secara umum, tingkatan materialitas dapat dibagi menjadi:

  1. Jumlah yang tidak material

Merupakan salah saji yang nilainya tidak signifikan pada laporan keuangan sehingga tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan.

Contoh :

 

Account

Misstatement

Tolerable Misstatement

Inventory

Rp       150.000.000,-

Rp       200.000.000,-

 

  1. Jumlah yang material namun tidak memperburuk LK secara keseluruhan

Merupakan salah saji yang nilainya signifikan pada laporan keuangan sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan pengguna, tetapi tidak memperburuk LK dikarenakan akun yang terdapat salah saji tidak terlalu ditekankan pada LK selain itu, selisih antara misstatement dan tolerable misstatement tidak begitu jauh menurut auditor.

Contoh :

 

Account

Misstatement

Tolerable Misstatement

Intangible Asset

Rp        50.000.000,-

Rp        45.000.000,-

  1. Jumlah yang sangat material

Merupakan salah saji yang nilainya sangat signifikan pada laporan keuangan sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan dan menyebabkan kewajaran atas suatu laporan keuangan diragukan.

Contoh :

 

Account

Misstatement

Tolerable Misstatement

Cash

Rp        50.000.000,-

Rp                     0,-

Hubungan Materialitas Dengan Bukti Audit

Semakin rendah tingkat materialitas semakin banyak bukti audit yang diperlukan

Materialitas

Bukti Audit

Salah saji Rp100.000,00

 

Banyak

Salah saji Rp500.000,00

 

Sedikit

Jenis Materialitas

Selain itu, materialitas dapat dibagi menjadi dua jenis materialitas, yang dibagi menurut cakupannya, yakni:

  1. Materialitas pada tingkat keseluruhan LK

Materialitas pada keseluruhan laporan keuangan merupakan materialitas yang mencakup seluruh laporan keuangan entitas dalam hal ini Neraca dan Laba/Rugi. Materialitas pada keluruhan laporan keuangan dalam audit akan dinyatakan dalam

PM = Rate x Base

Rate adalah besaran persentase dari tingkat materialitas sedangkan base adalah basis pengukuran materialitas. Sebagai contoh:

  • Tingakt materialitas : 5%
  • Basis materialitas : Total Penjualan Bersih (Rp100.000.000,-)
  • Materialitas LK : 5% × 000.000,- = Rp5.000.000,-

Materialitas atas keseluruhan LK disebut juga planning materiality/performance materiality/PM.

  1. Materialitas pada tingkat saldo akun

Materialitas pada saldo akun merupakan nilai materialitas pada setiap akun, secara sederhana materialitas pada saldo akun dapat diartikan sebagai batasan maksimal salah saji setiap akunnya. Nilai dari materialitas pada saldo akun dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

TE = Nilai Akun / Total Populasi x PM

Nilai tiap tiap akun yang tersaji pada LK sedangkan total populasi adalah total nilai akun yang diperiksa dengan mengabaikan nilai debit ataupun kredit. Sebagai contoh:

Account

Account Balance

Tolerable Error

Cash

Rp

2.000.000,-

Rp

37.500,-

Inventory

Rp

125.000.000,-

Rp

2.343.750,-

Accounts receivable

Rp

273.000.000,-

Rp

5.118.750,-

Total

Rp

400.000.000,-

Diketahui PM sebesar : Rp7.500.000,- dan auditor hanya memeriksa ketiga akun tersebut (total populasi sama dengan Rp400.000.000,-).

Risiko Audit

Dalam pengaloksian, pada akun accounts receivable didapatkan nilai Rp5.118.750,- tetapi berdasarkan syarat alokasi TE/TM, akun accounts receivable harus diturunkan nilainya menjadi Rp4.500.000,-.

Syarat yang di maksud adalah :

a) Alokasi TE/TM tiap akunnya tidak boleh melebihi 60% dari nilai PM, dan

b) Alokasi TE/TM total dari keseluruhan akun tidak boleh melebihi 2 kali PM

Sehingga menurut contoh di atas, accounts receivable sudah melebihi nilai 60% dari PM yakni Rp4.500.000,- sehingga harus diturunkan maksimal ke angka Rp4.500.000,-.

Materialitas atas saldo akun disebut juga tolerable error/tolerable misstatement atau TE/TM.

Dalam menentukan materialitas dalam audit, auditor akan melaksanakan beberapa langkah sebagai berikut:

  1. Menetapkan materialitas pada tingkat keseluruhan LK (PM)
  2. Menetapkan materialitas pada tingka saldo akun (TE/TM)
  3. Melakukan evaluasi hasil

Pada tahapan akhir penentuan materialitas, auditor akan menentukan estimasi salah saji yang mungkin terjadi pada keseluruhan LK dengan menghitung estimasi salah saji yang didapatkan dengan rumus

Estimasi Salah Saji = Net Misstatement in Sample / Total Sampled x total population

Nilai materialitas dalam audit dapat diubah sepanjang tahapan audit, secara umum titik pengubahan materialitas pada tahap-tahap berikut ini:

  • Perencanaan
  • Awal Pelaksanaan
  • Akhir Pelaksanaan

 

Pengubahan nilai materialitas tersebut dapat dilakukan auditor ketika menemukan informasi tambahan saat proses audit telah berjalan dan dinilai informasi tersebut harus dipertimbangkan dalam menentukan opini auditor nantinya.

 

Mengestimasi Salah Saji dan Membandingkan dengan Pertimbangan Pendahuluan

Ketika melaksanakan prosedur audit untuk tiap segmen audit, auditor membuat kertas kerja untuk mencatat semua salah saji yang ditemukan. Salah saji tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu salah saji yang diketahui dan salah saji yang mungkin.

Salah saji yang diketahui (known misstatement) ialah salah saji akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor.

Salah saji yang mungkin (likely misstatement) terbagi lagi menjadi dua. yaitu salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor tentang mengestimasi saldo akun, serta proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu populasi.

 Estimasi untuk kesalahan sampling timbul karena auditor hanya mengambil sampel dari sebagian populasi dan ada risiko bahwa sampel itu tidak secara akurat mewakili populasi. Misalnya, diasumsikan estimasi untuk kesalahan sampling 504 dari proyeksi langsung atas jumlah salah saji dalam akun-akun yang diuji dengan sampling (piutang  usaha dan persediaan). Tidak ada kesalahan sampling untuk kas karena total salah saji sudah diketahui, bukan diestimasi.

 Hubungan Risiko, Bukti, dan Materialitas

Hubungan antara risiko audit, bukti, dan materialitas dapat digambarkan pada bagan berikut:

 

Risiko Audit
Hubungan Risiko, Bukti, dan Materialitas
Risiko Audit

Semakin besar keinginan auditor menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah

risiko audit yang akan bisa diterima. Jika diinginkan keyakinan 99%, maka risiko audit yang dapat diterima adalah 1%, jika diinginkan keyakinan 95% maka risiko audit yang dapat diterima adalah 5%.

 Hubungan Risiko Audit (AR) Dengan Bukti Audit

Risiko Audit 

Bukti Audit

Semakin rendah tingkat risiko audit

Banyak

Semakin tinggi tingkat risiko audit

Sedikit

Semakin rendah tingkat risiko audit yang ingin dicapai, semakin banyak jumlah bukti  audit yang diperlukan.

Hubungan antara Risiko Deteksi dengan Bukti Audit

Risiko Deteksi

Bukti Audit

Semakin rendah tingkat risiko audit

Banyak

Semakin tinggi tingkat risiko audit

Sedikit

 Hubungan antara Risiko Bawaan dan Risiko Pengendalian dengan Bukti Audit

image 36
Hubungan antara Risiko Bawaan dan Risiko Pengendalian dengan Bukti Audit

Itulah Materi Risiko Audit, Semoiga Bermanfaat!

Risiko Audit