DISIPLIN PNS ETIKA PROFESI ETIKA KERJA ETOS KERJA – Terbaru – 1

DISIPLIN PNS ETIKA PROFESI ETIKA KERJA ETOS KERJA

DISIPLIN PNS, ETIKA PROFESI, ETIKA KERJA & ETOS KERJA

Disiplin PNS

Definisi

Disiplin PNS adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

Kewajiban PNS

  1. Mengucapkan sumpah/janji PNS
  2. Mengucapkan sumpahjjanji jabatan
  3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Negara Kesatuan R.I Dan Pemerintah
  4. Menaati segala ketentuan peraturan Perundang-Undangan
  5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
  6. Menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat PNS
  7. Mengutamakan kepentingan Negara dari pada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan
  8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan
  9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara
  10. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara atau Pemerintah terutama di bidang kemanan, keuangan, dan materiil
  11. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja
  12. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan
  13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dan sebaik-baiknya
  14. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
  15. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas
  16. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier
  17. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

Larangan PNS

Menurut PP No. 53 tahun 2010 ttg Disiplin Pegawai Negeri Sipil psl 4, yaitu

1) Menyalahgunakan wewenang,

2) Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau lembaga atau organisasi internasional,

3) Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional,

4) Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing,

5) Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang- barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah:

6) Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara,

7 Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan,

8) Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya,

9) Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya,

10) Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani,

11) Menghalangi berjalannya tugas kedinasan:

12) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:

  1. ikut serta sebagai pelaksana kampanye,
  2. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS,
  3. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain: dan/atau
  4. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara,

13) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:

  1. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, dan/atau
  2. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat,

14) Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan, dan

15) Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:

  • a) terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
  • b) menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye,
  • c) membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, dan/atau
  • d) mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

DISIPLIN PNS ETIKA PROFESI ETIKA KERJA ETOS KERJA
Hukuman Disiplin PNS
  • Pejabat yang berwenang menghukum
  1. Presiden
  2. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
  3. Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara
  4. Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara
  5. Pejabat Struktural eselon III dan pejabat yang setara
  6. Pejabat Struktural eselon IV dan pejabat yang setara
  7. Pejabat Struktural eselon V dan pejabat yang setara

Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS

yang menduduki jabatan

  • PNS yang menduduki jabatan :
  1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin,
  2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin,
  3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin,
  4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya dan Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin:
  5. struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal dan pejabat yang setara yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin,
  6. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin:
  7. struktural eselon Ill ke bawah, fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin, dan
  8. . fungsional umum golongan ruang IllI/d ke bawah di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin.

  • PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki jabatan:
  1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin,
  2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman disiplin,
  3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin: dan
  4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman disiplin,
  • PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan:
  1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin,
  2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman disiplin,
  3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin,
  4. struktural eselon Il dan fungsional tertentu jenjang Madya untuk jenis hukuman disiplin,
  5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin,
  6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman disiplin, dan
  7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah untuk jenis hukuman disiplin,
  • PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki jabatan:
  1. .struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin,
  2. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah untuk jenis hukuman disiplin, dan
  3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis hukuman disiplin.
  • PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah, dan jabatan fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin,
  • PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin, dan
  • PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain atau badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin.

Penjatuhan hukuman diberikan oleh pejabat tertinggi ke yang lebih rendah. Eselon I menjatuhi hukuman ke eselon II dan dibawahnya. Begitu seterusnya hingga pejabat eselon V.Saat ini, sudah tidak ada pejabat eselon V.

Tata Cara Pemanggilan PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin

  • PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan.
  • Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan.
  • Apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama.
  • Apabila pada tanggal pemeriksaan , PNS yang bersangkutan tidak hadir juga maka pejabat yag berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.

Tata Cara Pemeriksaan PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin

» Pasal 24 ayat 2: Pemeriksaan dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan

» Pasal 25 ayat 1: Untuk pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya yaitu hukuman disiplin sedang dan berat dapat dibentuk Tim Pemeriksa.

» Pasal 25 ayat 2 dan 3: Tim Pemeriksa terdiri dari atasan langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk. Tim Pemeriksa dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.

» Pasal 26: Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa, atau pejabat yang berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari orang lain

» Pasal 27 ayat 1dan 2: Dalam rangka kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disipin berat dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa dan berlaku sampai dengan ditetapkannya keputusan hukuman disiplin.

» Pasal 28 ayat 1: Berita acara pemeriksaan harus ditandangani oleh pejabat yang memeriksa dan PNS yang diperiksa

 Etika Profesi

  1. Profesi

Definisi

Profesi berasal dari kata Proffesio yang berarti janji/ikrar, pekerjaan. profesi ini merupakan kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu, memiliki norma-norma sosial dan landasan moral yang baik, serta merupakan bagian pekerjaan namun tidak setiap pekerjaan adalah profesi.

ciri-ciri

» Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.

» Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi (memiliki kode etik profesi).

» Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.

» Diperoleh melalui uji kompetensi (Sertifikasi) dan lisensi

» Memiliki otonomi kerja sehingga terhindar dari intervensi luar.

»Asosiasi Profesional: Merupakan suatu badan organisasi yang biasanya diorganisasikan oleh anggota profesi yang bertujuan untuk meningkatkan status para anggotanya.

  1. Beda Profesi dan Profesional

DISIPLIN PNS ETIKA PROFESI ETIKA KERJA ETOS KERJA
Beda Profesi dan Profesional

Etika Profesi

Definisi

Etika Profesi menurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1944:6-7) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan  penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.

Prinsip-Prinsip

  • Tanggung Jawab: terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya dan tanggung jawab terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya
  • Keadilan: prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya
  • Otonomi: prinsip ini mengatur agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya, tetapi tetap dibatasi tenggung jawan dan komitmen profesional dan tidak mengganggu kepentingan umum
  • Prinsip Integritas moral yang tinggi: komitmen pribadi menjaga keluhuran profesi

ethical relativism serta cultural ethical relativism

Ethical relativism adalah tesis umum yang menyatakan bahwa standar normatif itu relatif/bergantung terhadap keyakinan dan praktik suatu kelompok, budaya, atau individu, sedangkan cultural ethical relativism menyatakan bahwa standar normatif seseorang harus didasarkan pada budayanya.

Conseguentialist ethics & Non Conseguentialist ethics

Konsekuensialis menilai suatu perbuatan berdasarkan akibatnya. Tindakan yang berakibat baik berarti benar dan tindakan yang berakibat buruk berarti salah. David

Hume pernah mengemukakan teori tentang konsekuensialis untuk hak kepemilikan. Ia mendukung pengaturan properti apa pun menciptakan konsekuensi terbaik. Sebagai contohnya, penyuapan dan sejenisnya kadang-kadang dapat dibenarkan untuk mendapatkan persetujuan yang lebih cepat untuk proyek yang diinginkan.

Anti konsekuensialis percaya bahwa suatu tindakan tidak dapat dibenarkan hanya karena tindakan tersebut berakibat baik. Suatu tindakan dapat dikatakan baik dan buruk sesuai dengan niat dan prosesnya. Jika suatu tindakan memiliki niat dan proses yang tidak baik meskipun pada akhirnya berakibat baik, tindakan tersebut tetap tidak dapat dibenarkan. Hal ini sesuai dengan teori John Locke mengenai non-konsekuensialis yang menyatakan bahwa tindakan tidak dapat dibenarkan dengan menunjukkan bahwa tindakan itu menghasilkan konsekuensi yang baik.

Kant’s Categorical Imperative

Kant’s Categorical Imperative: Seseorang harus berperilaku dengan prinsip bahwa apa yang dia lakukan akan menjadi universal law, dimana semua orang harus melakukan hal yang sama pada situasi yang sama. Bertindaklah dengan menghormati sesama manusia sebagai sebuah tujuan.

Etika Kerja & Etos Kerja

Definisi Etos Kerja

  • Secara etimologis
  1. Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tempat hidup”/adat istiadat atau kebiasaan.
  2. Ethikos yang berarti “teori kehidupan”, yang kemudian menjadi “etika”.
  3. Bahasa Inggris, etos : starting point, to appear, disposition hingga disimpulkan sebagai Character.
  4. Bahasa Indonesia : ‘sifat dasar’, ‘pemunculan’ atau ‘disposisi/watak
  5. Menurut Aristoteles: Mode persuasi: Ethos, logos dan pathos yang berarti ‘kompetensi moral”, ‘keahlian’ dan ‘pengetahuan’
  6. Webster Dictionary mendefinisikan etos sebagai, guiding beliefs of a person, group or Institution etos adalah keyakinan yang menuntun seseorang, kelompok atau suatu institusi. A. S. Hornby (1995),
  7. The New Oxford Advances Learner’s Dictionary mendefinisikan etos sebagai, the Characteristic spirit, moral values, ideas or beliefs of a group, community or culture, karakteristik rohani, nilai-nilai moral, ide atau keyakinan suatu kelompok,komunitas, atau budaya.
  8. ETOS: Seperangkat pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang secara mendasar mempengaruhi kehidupan, menjadi prinsip-prinsip pergerakan, dan cara berekspresi yang khas pada sekelompok orang dengan budaya serta keyakinan yang sama.
  • Secara praktis
  1. Menurut Anoraga (1992) Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja
  2. Webster’s Online Dictionary, etos kerja diartikan sebagai earnestness or fervor in working, morale with regard to the tasks at hand, kesungguhan atau semangat dalam bekerja, suatu pandangan moral pada pekerjaan yang dilakoni
  3. Menurut Jansen Sinamo (2005), Etos Kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral

Jadi, melalui berbagai pengertian diatas baik secara etimologis maupun praktis dapat disimpulkan bahwa Etos Kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang dipegang sekelompok manusia untuk menilai bekerja sebagai suatu hal yang positif bagi peningkatan kualitas kehidupan sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya.

Aspek Etos Kerja

menurut Sinamo (1995)

1) Kerja adalah rahmat

2) Kerja adalah amanat

3) Kerja adalah panggilan

4) Kerja adalah aktualisasi

5) Kerja adalah ibadah

6) Kerja adalah seni

7) Kerja adalah kehormatan

8) Kerja adalah pelayanan

Sikap yang seharusnya mendasar bagi seseorang dalam memberi nilai pada kerja

menurut Anoraga (1992)

  1. Bekerja adalah hakikat kehidupan manusia
  2. Pekerjaan adalah suatu berkat Tuhan.
  3. Pekerjaan merupakan sumber penghasilan yang halal dan tidak amoral
  4. Pekerjaan merupakan suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbakti
  5. Pekerjaan merupakan sarana pelayanan dan perwujudan kasih.

 

Indikator Etos Kerja

image 5
Indikator Etios Kerja

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Etos Kerja

  1. Agama. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya.
  2. Budaya. Usman Pelly (dalam Rahimah, 1995) mengatakan bahwa sikap mental, tekad disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya dan secara operasional, etos budaya ini juga disebut sebagai etos kerja.
  3. Sosial Politik. Soewarso, Rahardjo, Subagyo, dan Utomo (1995) menemukan bahwa tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
  4. Kondisi Lingkungan/Geografis. Suryawati, Dharmika, Namiartha, Putri dan Weda (1997) juga menemukan adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam mempengaruhi manusia yang berada didalamnya agar melakukan usaha untuk mengelola dan mengambil manfaat dari lingkungan tersebut.
  5. Pendidikan. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi (Rahimah, Fauziah, Suri dan Nasution, 1995).
  6. Struktur Ekonomi. Study Soewarso, Rahardjo, Subagyo, dan Utomo (1995) disimpulkan bahwa tinggi rendahnya Etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
  7. Motivasi Intrinsik Individu. Anoraga (1992) Individu yang akan memiliki etos kerja yang tinggi ialah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan sutau pandangan dan sikap yang didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang.

Contoh Soal

  1. Apa Kaitan antara Etika Kerja dan Etika Profesi?

Jawab :

Etika profesi biasanya dibedakan dari etika kerja (work ethics atau occupational etchics). Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki posisi yang disebut profesional. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki posisi yang disebut profesional. Norma-norma ini biasanya dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk kode etik (code of ethics) atau kode (aturan) perilaku (code of conducts) profesi yang bersangkutan.

Sedangkan etika kerja mengatur praktik, hak dan kewajiban bagi mereka yang bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-profesional). Non-profesional adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap kurang memiliki otonom dan kekuasaan atau kemampuan profesional.

Tidak ada alasan moral untuk mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak terlalu berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima dari pekerjaan mereka.

aktivitas para profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda dengan pekerja lain pada umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus dari segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan klien, yang membedakannya dari pekerja non-profesional. Tuntutan akan standar profesionalisme dan etika terhadap profesional adalah jauh lebih tinggi dibandingkan terhadap non-profesional.

Meskipun etika profesi dibedakan dari etika kerja, kerangka dan prinsip-prinsip yang dicakup etika profesi tetap dapat diberlakukan sebagai etika kerja, karena etika profesi mencakup prinsip-prinsip umum etika yang berlaku pada kehidupan profesi, dapat diterapkan pada bidang pekerjaan atau kehidupan yang lain.