Subjek PPN

Pengusaha Kena Pajak

(UU Nomor 42 Tahun 2009 jo. 40/PMK.03/2010 Pasal 7  jo. 197/PMK.03/2013)

Subjek Pajak PPN

Subjek Pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak (UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1)

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Yang Wajib Dikukuhkan Sebagai PKP (UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 3A jo. 40/PMK.03/2010 Pasal 7 jo. 197/PMK.03/2013)

1)      Pengusaha yang melakukan:

         Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean;

  • Ekspor BKP Berwujud dan/atau Tidak Berwujud
  • Ekspor JKP

2)      Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP

Orang Pribadi atau Badan (bukan PKP) yang :

1)      Memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean;

2)      Memanfaatkan JKP dari Luar Daerah Pabean

wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.

Pengusaha Kecil

(UU Nomor 42 Tahun 2009 jo. 68/PMK.03/2010  jo. 197/PMK.03/2013))

Pengertian Pengusaha Kecil (197/PMK.03/2013 Pasal1)

Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Penyerahan yang Dilakukan oleh Pengusaha Kecil (UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 3A jo. 68/PMK.03/2010 Pasal 2)

Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali jika Pengusaha Kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha Kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diwajibkan terhadap Pengusaha Kena Pajak pada umumnya. Ketentuan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai tidak berlaku apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Dikukuhkan sebagai PKP (197/PMK.03/2013 Pasal 4)

Pengusaha kecil yang omsetnya telah melampaui batasan peredaran bruto (omzet) Rp 4,8 miliar sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Contoh :

Bapak Rizal terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua memiliki toko onderdil mobil di Pusat Onderdil Fatmawati, omset bulan Januari 2016 s.d. April 2016 mencapai Rp 4,5 miliar. Sementara omset bulan Mei 2016 adalah Rp 400 Juta. Dengan demikian, batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2016, sehingga Bapak Meidi harus segera melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP kepada KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua selambat-lambatnya 30 Juni 2016.

Pengusaha  yang Telah Melampaui Batasan Omset Rp 4,8 miliar Tetapi Tidak Melaporkan Usahanya untuk Dikukuhkan sebagai PKP (197/PMK.03/2013 Pasal 5)

Pengusaha Kena Pajak telah melampaui batasan omset Rp 4,8 miliar  dapat dikukuhkan secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Contoh:

Jika Bapak Rizal (seperti contoh diatas) tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua dan berdasarkan hasil ekstensifikasi pada bulan Desember 2016 diketahui bahwa batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2016. Maka saat pengukuhan sebagai PKP terhitung sejak bulan Mei 2016 dan atas PPN terutang bulan Mei 2016 s.d. Nopember 2016 beserta sanksi bunga 2 % sebulan dari PPN terutang.

Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

(UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 3A)

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan:

a.       melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b.       memungut pajak yang terutang;

c.       menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang; dan

d.       melaporkan penghitungan pajak.

Kewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terhutang dimulai sejak saat pengukuhan sebagai PKP.

Hak yang diperoleh jika telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:

a.       Pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP;

b.       Restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN.

Pencabutan PKP

(PMK No 197/PMK.03/2013; PER-20/PJ/2013; PER-12/PJ/2014)

PER – 20/PJ/2013 Pasal 21

Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap:

a.       Pengusaha Kena Pajak dengan status Wajib Pajak Non Efektif;

b.       Pengusaha Kena Pajak yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;

c.       Pengusaha Kena Pajak menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

d.       Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;

e.       Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

f.        Pengusaha Kena Pajak telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain; atau

g.       Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan :

a.       atas permohonan Pengusaha Kena Pajak; atau

b.       secara jabatan.

Permohonan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena  Pajak (197/PMK.03/2013 Pasal 7)

Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Berdasarkan hasil Pemeriksaan dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, KPP memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena  Pajak yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak , berupa:

a.       Penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan terdapat rekomendasi pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau

b.       Penerbitan Surat Penolakan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan terdapat rekomendasi untuk tidak melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Jangka Waktu Pencabutan Pengusaha Kena Pajak (PER – 20/PJ/2013 Pasal 25)

Penerbitan keputusan pencabutan Pengusaha Kena Pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat yang didapatkan ketika permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan, maka permohonan Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu peneribitan keputusan berakhir.

Transaksi antar Pengusaha yang Memiliki Hubungan Istimewa

(UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 2)

Jika terdapat transaksi antar PKP yang Memiliki Hubungan Istimewa maka:

Dalam hal harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan BKP atau JKP itu dilakukan.

Hubungan Istimewa dianggap ada apabila :

  • Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan sebesar 25% atau lebih pada dua Pengusaha atau lebih. Demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebutkan terakhir.

         Contoh :

         Kalau PT. A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. B, pemilikan saham oleh PT A. merupakan penyertaan langsung.

         Selanjutnya apabila PT. B tersebut mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. C, maka PT. A sebagai pemegang saham PT. B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT. C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT.A, PT.B, dan PT.C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT. A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT. D, maka antara PT.B, PT.C dan PT. D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti tersebut di atas juga dapat terjadi antara orang pribadi dan badan.

  • Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua Pengusaha atau lebih berada dibawah penguasaan Pengusaha yang sama, yaitu penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

         Hubungan antara pengusaha seperti digambarkan pada huruf a dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, kendatipun tidak terdapat hubungan kepemilikan.

c)      Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau kesamping satu derajat :  

         a.       Sedarah lurus satu derajat, yaitu: ayah/ibu dengan anak; 

         b.       Sedarah kesamping satu derajat, yaitu: kakak dengan adik; 

         c.       Semenda lurus satu derajat, yaitu: mertua dengan menantu atau ayah/ibu dengan anak tiri; 

         d.       Semenda kesamping satu derajat, yaitu: hubungan saudara ipar;

Jika antara suami istri ada perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, maka hubungan keduanya merupakan hubungan istimewa.