OBJEK PAJAK, OBJEK PAJAK FINAL, DAN BUKAN OBJEK PAJAK – Terbaru- 1

A. OBJEK PAJAK

A. Pengertian

A.1 Pengertian Objek Pajak

(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 (1))

Objek Pajak adalah penghasilan.

Penghasilan adalah : 

  1. setiap tambahan kemampuan ekonomis 
  2. yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
  3. baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
  4. yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan 
  5. dengan nama dan dalam bentuk apapun

 

Objek Pajak
Objek Pajak

A.2 Jenis-jenis Penghasilan

(Penjelasan – UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 (1))

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: 

penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

penghasilan dari usaha dan kegiatan;

penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;

penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.

Objek Pajak
Objek Pajak

B. Jenis-jenis Objek Pajak Penghasilan

(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 (1) & Penjelasan, PP Nomor 94 Tahun 2010)

1. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang PPh :

Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti ; upah, gaji, premi asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya merupakan objek pajak.

Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang diberikan oleh non subjek pajak penghasilan.

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan :

Meliputi hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti : hadiah undian tabungan, hadiah pertandingan olah raga, dan sebagainya.

Yang dimaksud penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala..

 

3. Laba usaha

4. Keuntungan penjualan atau pengalihan harta (capital gain)

Keuntungan penjualan atau pengalihan harta (capital gain), termasuk :

A. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan.

B. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.

Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian, keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan penghasilan.

C. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun

Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.

D. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali

 yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

E. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan

Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak.

Keuntungan atas pengalihan harta bukan merupakan objek PPh dalam hal : 

Pengalihan harta sebagai bantuan atau sumbangan atau hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk Koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan (604/KMK.04/1994 Jo SE-05/PJ.4/1995).

Pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha wajib pajak yang diperkenankan melakukan penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha dengan nilai buku (perusahaan yang akan menjual sahamnya di bursa efek). (52/PMK.010/2017).

Artinya, baik bagi pihak yang mengalihkan maupun pihak yang menerima pengalihan tidak terdapat keuntungan yang merupakan objek PPh. Pihak yang mengalihkan pun tidak dapat membebankan nilai sisa buku fiskal aktiva tersebut sebagai biaya (non deductible).

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.

6. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan jaminan karena pengembalian utang :

Premium terjadi apabila obligasi dijual di atas nilai nominalnya. Sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya.

Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi, sedangkan diskonto merupakan penghasilan bagi pihak yang membeli obligasi.

7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun,

Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, yaitu terdiri dari : 

Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun

Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor

Pemberian saham bonus tanpa penyetoran, termasuk saham bonus dari kapitalisasi agio saham, kecuali : apabila jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tersebut tidak melebihi jumlah setoran modalnya (PP Nomor 94 Tahun 2010)

Pembagian laba dalam bentuk saham (dividen saham)

Pencatatan tambahan modal tanpa penyetoran, kecuali yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap (PP Nomor 94 Tahun 2010)

Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan

Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetor, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali tersebut akibat dari pengecilan modal (statuter) yang dilakukan secara sah

Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut

Bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi

Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis

Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota koperasi

Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas : 

  1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
  2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
  3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
  4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa :
  5. a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
  6. b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
  7. c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
  8. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
  9. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, patent, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan.

Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan, yaitu setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig).

Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri atau bidang lainnya.

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran secara berkala

Penerimaan atau perolehan pembayaran secara berkala, misalnya alimentasi atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu..

11. Keuntungan karena pembebasan utang

Pembebasan utang merupakan penghasilan bagi pihak yang semula berutang dan biaya bagi pihak yang semula berpiutang.

Pembebasan utang debitur kecil, seperti Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit untuk Perumahan Sangat Sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai jumlah tertentu dikecualikan dari objek PPh.

Utang debitur kecil adalah utang usaha yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 350 Juta (PP Nomor 130 Tahun 2000)

12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing :

Dapat disebabkan oleh fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya kebijakan Pemerintah di bidang moneter.

Keuntungan selisih kurs yang disebabkan oleh fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia

Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), keuntungan selisih kurs-nya diakui pada saat terjadinya realisasi mata uang asing tersebut.

Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun (per tanggal neraca), maka keuntungan selisih kurs-nya diakui pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.

Keuntungan selisih kurs karena kebijakan Pemerintah di bidang moneter dapat dibukukan dalam perkiraan sementara di neraca, dan diakui secara bertahap berdasarkan realisasi mata uang tersebut.

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14. Premi asuransi yang diterima atau diperoleh perusahaan asuransi dari para peserta asuransi (pemegang polis).

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 

16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak:

Tambahan kekayaan netto pada hakikatnya merupakan akumulasi penghasilan baik penghasilan yang telah dikenakan pajak, yang belum dikenakan pajak, maupun penghasilan yang bukan objek pajak.

Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan merupakan oyek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan (objek pajak).

17. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak.

18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;

19. Surplus Bank Indonesia

(86/PMK.010/2015)

Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.

Laporan keuangan audit merupakan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia, dilakukan atas:

  1. pengakuan keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing;
  2. pengakuan biaya penyisihan aktiva; dan
  3. pengakuan biaya penurunan nilai aktiva secara langsung; dan
  4. penyusutan aktiva tetap.

B. Objek Pajak Final

1. Karakteristik PPh Bersifat Final 

  1. Tidak perlu  digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. 
  2. Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan. 

3. PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan

2. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

(PP No. 51 Tahun 2008 dan PP No. 40 tahun 2009)

Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Tarif Pajak Final Konstruksi
Tarif Pajak Final Konstruksi

Tandatangan Kontrak

Pembayaran

Berita Acara Penyerahan Pekerjaan

Perlakuan

< 1 Agustus 2008 

<= 31 Desember 2008 

 

PP No. 140 tahun 2000 

< 1 Agustus 2008 

> 31 Desember 2008 

<= 31 Desember 2008 

PP No. 140 tahun 2000 

< 1 Agustus 2008 

> 31 Desember 2008 

> 31 Desember 2008 atau tidak ada berita acara 

PP No. 51 tahun 2008 

>1 Agustus 2008 

   

PP No. 51 tahun 2008 

Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008.

3. Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

(PP No. 19 Tahun 2009)

Tarif 10% (sepuluh persen) dan bersifat final 

Definisi Dividen adalah dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

A. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan

(PMK No 111/PMK.03/2010)

Pemotongan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan.

Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen wajib memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan.

Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen wajib menyetor Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2)ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan, dengan tanggal jatuh tempo penyetoran paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.Selain itu, juga wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

B. Stempel Tanda Tangan Pada Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan

(PER – 15/PJ/2014)

Pemotong Pajak dapat menggunakan stempel tanda tangan untuk menandatangani Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan atas pembayaran dividen kepada para pemegang saham untuk jumlah penerbitan bukti pemotongan Pajak Penghasilan minimal 6.000 (enam ribu) lembar.

Bagi Pemotong Pajak yang telah mendapat Surat Keputusan Penggunaan Stempel Tanda Tangan wajib: 

  1. menyerahkan Spesimen Tanda Tangan Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Bukti  Pemotongan Pajak Penghasilan atas pembayaran dividen kepada para pemegang saham ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar, 
  2. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Penggunaan Stempel Tanda Tangan pada Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan atas pembayaran dividen kepada para pemegang saham;

c. Pemotong Pajak wajib melaporkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak apabila terjadi perubahan pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan ataspembayaran dividen kepada para pemegang saham disertai Spesimen Tanda Tangan pejabat dimaksud.

4. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi

(PP No. 6 Tahun 2002 dan PP No. 16 tahun 2009 dan PP 100 Tahun 2013) 

Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. 

Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. 

Besarnya Pajak Penghasilan adalah:

  1. bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:

1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan

2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,

dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;

  1. diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:

1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan

2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,

dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;

  1. diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:

1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan

2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,

dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan

  1. bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:

1) 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020; dan

2) 15% (lima belas persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.

5. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian

(PP No. 132 Tahun 2000)

Tarif 25 % dari jumlah bruto hadiah undian

Nilai hadiah adalah nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan dalam bentuk natura misalnya mobil 

Penyelenggara undian adalah orang pribadi, badan, kepanitiaan, organisasi (termasuk organisasi internasional) atau penyelenggara lainnya termasuk pengusaha yang menjual barang atau jasa yang memberikan hadiah dengan cara diundi.

6. Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia

(PP No 123 Tahun 2015 dan PMK No. 26/PMK.010/2016)

Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sebagai berikut :

Bunga dari deposito dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang dananya bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia

enai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:

  1. Tarif 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 1 (satu) bulan;
  2. Tarif 7,5% (tujuh koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan;
  3. Tarif 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 6 (enam) bulan; dan
  4. Tarif 0% (nol persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan.

Bunga dari deposito dalam mata uang rupiah yang dananya bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia

dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut :

  1. Tarif 7,5% (tujuh koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 1 (satu) bulan;
  2. Tarif 5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan; dan
  3. Tarif 0% (nol persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 6 (enam) bulan atau lebih dari 6 (enam) bulan.

Bunga dari tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia, serta bunga dari deposito selain dari deposito sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b

dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:

  1. Tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
  2. Tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.

Bunga Deposito yang dikenai Pajak Penghasilan paada huruf a dan huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. sumber dana Deposito merupakan dana Devisa Hasil Ekspor yang diperoleh setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 123 Tahun 2015 yang dibuktikan dengan dokumen berupa laporan penerimaan Devisa Hasil Ekspor melalui bank devisa sesuai ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerimaan Devisa Hasil Ekspor;
  2. sumber dana Deposito berasal dari pemindahbukuan dana Devisa Hasil Ekspor yang ditempatkan pada rekening milik eksportir pada bank tempat diterimanya Devisa Hasil Ekspor dari luar negeri dan rekening milik eksportir dimaksud hanya digunakan untuk menampung dana Devisa Hasil Ekspor;
  3. Deposito ditempatkan pada bank yang sama dengan bank tempat diterimanya Devisa Hasil Ekspor dari luar negeri; dan
  4. harus dilampiri surat pernyataan dari eksportir yang paling sedikit memuat:
  5. identitas eksportir antara lain nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan nomor rekening penempatan dana Devisa Hasil Ekspor;
  6. data dana Devisa Hasil Ekspor antara lain nilai ekspor, saat diperolehnya dana Devisa Hasil Ekspor, nomor dan tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang, dan jenis valuta;
  7. pernyataan bahwa sumber dana rekening sebagaimana dimaksud pada huruf b berasal dari Devisa Hasil Ekspor; dan
  8. pernyataan bahwa sumber dana Deposito bukan berasal dari penempatan kembali Deposito termasuk melalui mekanisme perpanjangan Deposito.

A Pemotongan pajak tidak dilakukan terhadap

  1. bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank lndonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
  2. bunga data diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
  3. bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
  4. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. 

7. Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek

(PP No. 41 Tahun 1994 dan PP No. 14 Tahun 1997) 

Tarif 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.

Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat pada saat penawaran umum perdana.

Saham Pendiri

Yang dimaksud dengan “pendiri” adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebelum Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana (“initial public offering”) menjadi efektif.

Termasuk dalam pengertian “pendiri” adalah orang pribadi atau badan yang menerima pengalihan saham dari pendiri karena :

  • warisan;
  • hibah yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994;
  • cara lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan pada saat pengalihan tersebut.

Yang dimaksud dengan “saham pendiri” adalah saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori “pendiri” sebagaimana dimaksud di atas.

Termasuk dalam pengertian “saham pendiri” adalah:

  1. saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana (“initial public offering”);
  2. saham yang yang berasal dari pemecahan saham pendiri.

Tidak Termasuk dalam pengertian “saham pendiri” adalah :

  1. saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham; 
  2. saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana (“initial public offering”) yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi konversi dan efek konversi lainnya;
  3. saham yang diperoleh pendiri perusahaan Reksa Dana.

8. Pajak penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

(PP No. 34 Tahun 2017 dan KMK No. 120/KMK.03/2002 )

Atas  penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan baik sebagian maupun seluruh Bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Yang dimaksud dengan “sebagian dari Bangunan” adalah areal baik di dalam Bangunan maupun di luar Bangunan yang merupakan bagian dari Bangunan tersebut, seperti teras Bangunan, kamar di dalam sebuah rumah, paviliun, kolam renang, dan sebagainya.

Termasuk pengertian penghasilan di atas adalah yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah dari Investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah, meliputi:

  1. penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian Bangun Guna Serah;
  2. penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian Bangun Guna Serah berakhir;
  3. penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan atau seharusnya diserahkan pada saat perjanjian Bangun Guna Serah berakhir; dan/atau
  4. penghasilan lain terkait perjanjian Bangun Guna Serah, termasuk pembayaran terkait bagi hasil penggunaan Bangunan dan denda perjanjian Bangun Guna Serah.

Termasuk pengertian penghasilan di atas adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya. antara lain kamar, asrama untuk mahasiswa/pelajar, asrama atau pondok pekerja, dan rumah kos

A. Jumlah Bruto Nilai Persewaan dan Tarif Pajak Penghasilan

(PP No. 34 Tahun 2017)

Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan.

Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan merupakan semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau Bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan (biaya yang biasa disebut dengan service charge), dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. 

Yang dimaksud dengan “perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan” adalah perjanjian atas pembayaran biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya, dan biaya layanan yang perjanjiannya dibuat secara terpisah atau disatukan dengan perjanjian persewaan tanah dan/atau Bangunan..

Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dalam bentuk Bangunan merupakan nilai Bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah dari Investor yang ditentukan berdasarkan nilai yang tertinggi antara nilai pasar dan nilai jual objek pajak Bangunan.

9. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

(PP Nomor 34 Tahun 2016; PMK No 261/PMK.03/2016)

A. Tarif

  • 2,5 % dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
  • 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;atau
  • 0% atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

B. Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

  1. nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah;
  2. nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 beserta perubahannya);
  3. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
  4. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;atau
  5. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.

C. NJOP dan Ketentuan lainnya

Nilai Jual Objek Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak terutang tahun pajak sebelumnya.

Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan berada.

Rumah Sederhana terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi

(PP No. 15 Tahun 2009)

Tarif 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau 

Tarif 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.

Yang dimaksud dengan “penghasilan berupa bunga simpanan” adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota.

Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari sisa hasil usaha.

Contoh perhitungan Pajak Penghasilan atas bunga simpanan:

  • Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp 240.000,00 untuk masa Januari, maka PPh terutang 0% x Rp 240.000,00 = Rp 0,00
  • Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp 245.000,00 untuk masa Januari, maka PPh terutang 10% x Rp 245.000,00 = Rp 24.500,00
  • Bunga dibayarkan pada bulan April sebesar Rp 500.000,00 dengan rincian: 

Bulan Januari Rp 250.000,00

Bulan Februari Rp 150.000,00

Bulan Maret Rp 100.000,00

Maka yang dikenakan PPh 10% adalah bunga bulan Januari sebesar 10% x Rp 250.000,00 = Rp 25.000,00 dan untuk bulan Februari dan Maret Rp 0,00

11. Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan

(PMK No. 79/PMK.03/2008)

Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen). 

Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah.  

12. Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan  Yang Diajukan Pada Tahun 2015 dan Tahun 2016

(PMK No. 191/PMK.010/2015 Jo. 233/PMK.03/2015 Jo, 29/PMK.03/2016)

Wajib Pajak dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan dengan mendapatkan perlakuan khusus apabila permohonan penilaian kembali diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

Nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali tersebut merupakan nilai aktiva tetap yang ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah.

Nilai aktiva tetap hasil perkiraan penilaian kembali oleh Wajib Pajak harus dilakukan penilaian kembali dan ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah, paling lambat tanggal: 

  1. 31 Desember 2016, untuk permohonan yang diajukan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;
  2. 30 Juni 2017, untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016; atau
  3. 31 Desember 2017, untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

(Pasal 8 PMK 233/PMK.03/2015)

Ketentuan Lainnya

Dalam hal Wajib Pajak melakukan pengalihan aktiva tetap berupa:

  1. aktiva tetap kelompok 1 (satu) dan kelompok 2 (dua), yang telah memperoleh keputusan persetujuan penilaian kembali sebelum lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun;
  2. aktiva tetap kelompok 3 (tiga) dan kelompok 4 (empat), yang telah memperoleh keputusan persetujuan penilaian kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun; atau
  3. tanah dan/atau bangunan yang telah memperoleh keputusan persetujuan penilaian kembali sebelum lewat jangka waktu 1 (satu) tahun

sejak dilakukannya penilaian kembali, atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap diatas nilai sisa buku fiskal semula, dikenakan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar tarif tertinggi Pajak Penghasilan yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap dikurangi pajak yang telah dibayarkan berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Yang dimaksud dengan tarif pajak yang tertinggi untuk Wajib Pajak Badan yaitu ada dalam Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.

Atas PPh yang masih harus dibayar tersebut wajib dilunasi paling lama 15 hari setelah akhir bulan terjadinya pengalihan aktiva tetap tersebut.

A. Tarif

Perlakuan khusus tersebut berupa Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar:

  1. 3% (tiga persen), untuk permohonan yang diajukan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;
  2. 4% (empat persen), untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016; atau
  3. 6% (enam persen), untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016, yang dikenakan atas selisih lebih nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali atau hasil perkiraan penilaian kembali oleh Wajib Pajak, di atas nilai sisa buku fiskal semula.

C. Bukan Objek Pajak

A. Tidak Termasuk Objek Pajak

(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 (3) & Penjelasan)

1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan harta Hibahan

  1. a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak; dan  
    b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil. sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;  

2. Warisan

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah. 

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaan mobil, rumah, fasilitas pengobatan dan lain sebagainya, bukan merupakan Objek Pajak. 

Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus deemed profit, maka imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerima atau memperolehnya.

Misalnya, seorang penduduk Indonesia menjadi pegawai pada suatu perwakilan diplomatik asing di Jakarta. Pegawai tersebut memperoleh kenikmatan menempati rumah yang disewa oleh perwakilan diplomatik tersebut atau kenikmatan-kenikmatan lainnya. Kenikmatan-kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai tersebut, sebab perwakilan diplomatik yang bersangkutan bukan merupakan Wajib Pajak.

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna, dan asuransi bea siswa.

6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan atau sejenisnya, BUMN/BUMD, yang merupakan wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia

  1. dengan syarat ;

dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan dan

dalam hal penerima dividen adalah Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan baik dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai

8. Penghasilan dana pensiun dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu, yaitu; (234/PMK.03/2009)

-bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, serta Sertifikat Bank Indonesia

bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia; atau

dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat di bursa efek di Indonesia

9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, sepanjang perusahaan pasangan usaha tersebut.

merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (48/PMK.010/2018)

sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau untuk jangka waktu tidak melebihi 10 (sepuluh) tahun.

11. Penerimaan Dana Jaminan Penyelesaian Transaksi Bursa oleh PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) yang berasal dari anggota kliring sepanjang tidak dipergunakan untuk menambah kemampuan ekonomis oleh PT KPEI (KEP-390/PJ/2002) 

12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. (154/PMK.03/2009)

Atas penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendididikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Ketentuan tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan :

  1. Pemilik;
  2. Komisaris;
  3. Direksi; atau
  4. Pengurus, 

dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.

Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.

13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. (PER – 44/PJ./2009)

A. Pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana adalah pembelian, pengadaan dan/atau pembangunan fisik sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan

yang meliputi :

  1. pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
  2. pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan; atau
  3. pembelian atau pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas, guru, dosen atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada dilingkungan atau lokasi lembaga pendidikan formal.

B.  Pelaksanaan

 dilakukan sebagai berikut :

  1. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba setiap tahun yang akan digunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dialihkan ke akun dana pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan;
  2. pembukuan atas penggunaan dana pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan  pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan pada tahun berjalan dilakukan dengan mendebet akun aktiva dan akun dana pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan serta mengkredit akun kas atau utang dan akun modal badan atau lembaga nirlaba. 

Atas pengeluaran untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang berasal dari sisa lebih tidak boleh dilakukan penyusutan.

Apabila pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dibiayai dengan dana pinjaman, biaya bunga atas dana pinjaman tersebut diperlakukan sebagai bagian dari harga perolehan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan.

  Biaya bunga atas dana pinjaman yang terutang atau dibayarkan setelah selesainya proses pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dapat dibebankan sebagai biaya badan atau lembaga nirlaba.

  Dalam hal dana pinjaman diterima atau diperoleh sebelum diperolehnya sisa lebih dan dipergunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana, biaya bunga atas dana pinjaman tersebut diperlakukan sebagai bagian dari harga perolehan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan.

Badan atau lembaga nirlaba wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.

Pemberitahuan disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut.

adan atau lembaga nirlaba yang menggunakan sisa lebih untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan wajib membuat :

  1. pernyataan bahwa:
  2. sisa lebih akan digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, dan
  3. sisa lebih yang tidak digunakan pada tahun diperolehnya tersebut akan digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. 

yang merupakan lampiran dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak diperolehnya sisa lebih;

  1. pencatatan tersendiri atas sisa lebih yang diterima dan yang digunakan setiap tahun; dan
  2. laporan mengenai penyediaan dan penggunaan sisa lebih dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Apabila setelah lewat jangka badan atau lembaga nirlaba tidak menggunakan atau terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dimaksud, maka sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenakan Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut.       

Apabila dalam jangka waktu terdapat sisa lebih yang digunakan selain untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan sejak tahun pajak diperoleh sisa lebih tersebut. 

Apabila Badan atau lembaga nirlaba menggunakan sisa lebih untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan namun tidak menyampaikan pemberitahuan rencana fisik sederhana dan rencana biaya dan tidak membuat pernyataan, pencatatan dan laporan, sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan sejak tahun pajak diperoleh sisa lebih tersebut.

Pengenaan Pajak Penghasilan atas sisa lebih ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Ketentuan Lainnya

Badan atau lembaga nirlaba yang menggunakan sisa lebih untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan wajib membuat :

  1. pernyataan bahwa:
  2. sisa lebih akan digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, dan
  3. sisa lebih yang tidak digunakan pada tahun diperolehnya tersebut akan digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. 

yang merupakan lampiran dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak diperolehnya sisa lebih;

  1. pencatatan tersendiri atas sisa lebih yang diterima dan yang digunakan setiap tahun; dan
  2. laporan mengenai penyediaan dan penggunaan sisa lebih dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Apabila setelah lewat jangka badan atau lembaga nirlaba tidak menggunakan atau terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dimaksud, maka sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenakan Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut.       

Apabila dalam jangka waktu terdapat sisa lebih yang digunakan selain untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan sejak tahun pajak diperoleh sisa lebih tersebut. 

Apabila Badan atau lembaga nirlaba menggunakan sisa lebih untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan namun tidak menyampaikan pemberitahuan rencana fisik sederhana dan rencana biaya dan tidak membuat pernyataan, pencatatan dan laporan, sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan sejak tahun pajak diperoleh sisa lebih tersebut.

Pengenaan Pajak Penghasilan atas sisa lebih ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu. (247/PMK.03/2008)

A. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

 meliputi :

  1. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
  2. Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);
  3. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI);
  4. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES); dan/atau
  5. badan hukum lainnya yang dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan Sosial.

B. Wajib Pajak tertentu

 adalah :

  1. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu;
  2. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang sedang mengalami bencana alam; dan/atau
  3. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tertimpa masalah.

Wajib Pajak atau masyarakat yang tidak mampu adalah Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sesuai dengan kriteria dan data yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik.

Wajib Pajak atau masyarakat yang sedang mengalami bencana alam adalah Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang sedang tertimpa bencana yang diakibatkan peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

Wajib Pajak atau masyarakat yang tertimpa musibah Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang tertimpa kecelakaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa.